Penghuni rumah susun (rusun) atau apartemen kini bisa bernapas lega setelah melakukan audiensi dengan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Pertemuan tersebut untuk mendiskusikan pengenaan pajak pada Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL).
Ketua DPP Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) Adjit Lauhatta menjelaskan status dan aliran dana Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) warga rumah susun/apartemen sampai akhirnya dibelanjakan.
Adjit mengatakan P3RSI juga menjelaskan posisi dan fungsi badan pengelola, baik yang dibentuk sendiri, maupun yang ditunjuk PPPSRS. Hasilnya, pihak Ditjen Pajak dapat memahami dan berjanji akan menyampaikan penjelasan P3RSI kepada pimpinannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sangat berterima kasih atas sambutan Pak Tunjung dan jajaran pegawai Ditjen Pajak yang menerima kami dengan baik. Dalam pertemuan itu kami berdiskusi untuk mencari jalan terbaik, tidak hanya bagi warga rumah susun, tapi juga untuk kepentingan negara secara umum," kata Adjit dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (3/10/2024).
Adjit menyampaikan pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) merupakan amanah UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun untuk mengurusi pengelolaan Benda Bersama, Tanah Bersama, dan bagian bersama. Untuk mengelolanya, PPPSRS dapat membentuk atau menunjuk Badan Pengelola profesional.
"Untuk mengelola dan merawat gedung serta berbagai fasilitasnya, tentunya dibutuhkan biaya besar. Sesuai amanat undang-undang biaya pengelolaan tersebut akan ditanggung renteng oleh pemilik dan penghuni rumah susun secara proporsional, dalam bentuk IPL yang merupakan dana urunan warga dan ditampung di rekening PPPSRS, seperti layaknya RT/RW," jelasnya.
Adapun penentuan besaran IPL (per meter persegi) itu ditentukan dalam Rapat Umum Anggota (RUA) PPPSRS. Besaran dana urunan (IPL) itu disesuaikan dengan rencana anggaran program kerja tahunan.
Lalu, berapa besaran IPL baru diputuskan. Jadi sejak awal PPPSRS memang tidak mencari untung dari IPL.
Adjit menjelaskan dana IPL kemudian ditampung dalam rekening PPPSRS yang nantinya akan dipergunakan untuk pembiayaan pengelolaan dan perawatan gedung. Dengan begitu, tidak ada pelayanan jasa dalam kegiatan penampungan dana IPL dari warga ke PPPSRS.
Oleh karena itu, iya menyebut sudah seyogyanya IPL tidak dikenakan PPN. Dengan kata lain, IPL tidak memenuhi unsur pertambahan nilai.
"Kami bersyukur hal ini dapat dipahami oleh Dirjen Pajak. Karena setelah itu, IPL digunakan untuk membayar vendor kebersihan, jasa security, gaji karyawan, dan lain sebagainya. Itu memang harus dikenakan pajak. Itu sudah kami lakukan," ungkap Adjit.
Sementara itu, Ketua PPPSRS Kalibata City, Musdalifah Pangka menyampaikan apresiasinya kepada Ditjen Pajak yang mau menampung aspirasi warga rumah susun. Apalagi Kalibata City yang jumlah unitnya sekitar 13 ribu itu merupakan rumah susun subsidi.
"Selain pemilik, banyak juga penyewa yang tinggal di apartemen Kalibata City dengan alasan agar lebih hemat, karena kantornya di tengah kota Jakarta. Daripada mereka cicil rumah di Bogor atau Tangerang, di mana biaya transportasinya lebih mahal. Hingga kasihan kalau mereka ada tambah pajak (PPN) dari IPL," kata Musdalifah.
Ia berharap pemerintah dapat meninjau ulang kebijakannya, khususnya terkait dengan IPL rumah susun/apartemen terkena PPN. Hal ini supaya kehidupan harmonis, sehingga dapat meningkatkan produktivitas warga.
Selain itu, IPL tanpa kena pajak akan memberikan kontribusi perekonomian masyarakat, terutama dalam penyerapan tenaga kerja warga sekitar.
"Saya pribadi berterima kasih kepada Dirjen Pajak, khususnya Pak Tunjung yang mau mendengar keluh kesah kami. Beliau dan jajarannya juga sudah mendapatkan informasi lengkap dari P3RSI. Bagaimana proses (hubungan) yang terjadi antara penghuni dan PPPSRS, baik secara regulasi, maupun faktual di lapangan," katanya.
Musdalifah menambahkan bahwa pemilik dan penghuni itu satu tubuh dengan PPPSRS atau satu kesatuan. Meski tak sama persis, PPPSRS mirip dengan RT/RW.
"Selama ini, ada pandangan bahwa PPPSRS memberikan jasa kepada pemilik dan penghuni, padahal setelah dijelaskan ternyata tidak jasa yang diberikan di situ. Yang ada adalah dari vendor kepada pemilik/penghuni melalui PPPSRS. Jadi para vendor memberi jasa kepada penghuni, tapi melalui PPPSRS dimana dananya himpun oleh PPPSRS," pungkasnya.
Musdalifah mengatakan Ditjen Pajak meminta warga rumah susun/apartemen tidak perlu khawatir, yang penting komunikasi dengan Ditjen Pajak terus dilakukan untuk mencari solusi terbaik terkait masalah IPL. Masalah tersebut akan ditahan dahulu untuk dikaji lebih lanjut
Sebagai informasi, pertemuan itu digelar, Selasa (1/10) lalu di Kantor Ditjen Pajak, Jl. Gatot Subroto, Jakarta. Kegiatan ini dihadiri sekitar 25 pengurus dan anggota DPP P3RSI. Sedangkan darΔ± Ditjen Pajak diwakili dari Direktorat Peraturan PPN, Direktorat Peraturan PPh, dan Direktorat P2Humas yang dipimpin, serta Muh. Tunjung Nugroho, Kepala Subdirektorat Peraturan Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya.
Sebelumnya, IPL pada rusun dan apartemen dikabarkan akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sekitar 11-12%. Rencana ini mendapat penolakan keras dari para pemilik hingga penghuni. P3RSI pun meminta agar ada audiensi dengan Dirjen Pajak untuk membahas persoalan ini.
Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.
Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini
(dhw/dna)