Sejatinya, jika dilihat dari aspek pajak harta hasil warisan bukanlah objek pajak. Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Pada pasal 4 ayat 3 dijelaskan hal yang dikecualikan dari objek pajak, salah satunya yaitu warisan yang tertera di butir b.
Menurut keterangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), warisan yang dimaksud meliputi semua jenis harta baik harta yang bergerak maupun harta yang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harta bagi orang yang meninggal tidak dianggap objek pajak, apabila ahli waris memberikan surat kematian kepada perbankan atau lembaga keuangan tempat menyimpan harta.
Dari catatan detikProperti, bagi ahli waris yang menerima harta warisan juga tidak dianggap sebagai objek pajak yang ditarik sebagai Pajak Penghasilan (PPh). Tapi, harta warisan itu tetap harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT).
Pajak Tanah Warisan
Tanah warisan apakah dikenakan pajak? Bisa dikenakan pajak. Jika warisan tidak memenuhi persyaratan, yang awalnya merupakan bukan objek pajak menjadi objek pajak, sehingga konsekuensinya harus membayar pajak atas warisan tersebut.
Setelah menerima tanah sebagai warisan, pewaris diwajibkan membayar PPh terkait pengalihan hak atas tanah dan bangunan.
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap wajib pajak yang memperoleh tambahan atas kemampuan ekonomis yang bisa menambah kekayaan wajib pajak tersebut maka akan dikenakan atas Pajak Penghasilan (PPh).
Tanah warisan bisa bebas dari pajak apabila sudah dilaporkan dalam SPT pewaris. Jika tidak, maka pewaris perlu untuk membayar pajak atas harta tersebut.
Tanah Warisan Bisa Bebas Pajak
Mengacu pada Peraturan Dirjen 30/2009, harta waris tanah dan bangunan bisa bebas dari Pajak Penghasilan (PPh) apabila ahli waris sudah mendapatkan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh.
Penerbitan SKB PPh akan diberikan setelah ada permohonan tertulis yang diajukan ke kantor pelayanan pajak (KPP) tempat orang pribadi terdaftar atau bertempat tinggal.
Pihak yang berhak mengajukan adalah ahli waris yang sah. Maka dari itu, permohonannya harus dilampiri dengan surat pernyataan pembagian waris.
SKB wajib diserahkan kepada notaris, sebelum ahli waris melakukan prosedur balik nama sertifikat.
Namun, meskipun bisa bebas PPh, ahli waris tentu harus membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ketika terjadi proses balik nama.
Cara Balik Nama Tanah Warisan
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 pasal 42 menyebutkan bahwa pendaftaran peralihan hak karena pewarisan, pemohon wajib memberikan sejumlah dokumen kepada kantor pertanahan.
Dokumen tersebut meliputi sertifikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya, serta surat tanda bukti sebagai ahli waris.
Jika penerima warisan dari satu orang, maka pendaftaran peralihan hak tersebut dilakukan kepada orang tersebut berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris.
Namun, jika penerima warisan lebih dari satu orang maka dilakukan sesuai surat tanda bukti ahli waris dan akta pembagian waris tersebut.
Berikut adalah langkah-langkah mengurus balik nama tanah warisan:
- Membuat surat kematian dan surat tanda bukti ahli waris agar bisa didaftarkan pada kantor pertanahan.
- Membayar pajak/bea perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pewarisan atau BPHTB Waris dan Pajak Bumi Bangunan (PBB) tahun berjalan.
- Jika ingin melakukan balik nama tanah warisan, kamu bisa mengurusnya ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
Berikut syarat-syaratnya: - Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup.
- Surat kuasa (jika dikuasakan).
- Fotokopi identitas pemohon/para ahli waris (KTP, KK) dan kuasa jika dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
- Sertifikat asli.
- Surat Keterangan Waris sesuai peraturan perundang-undangan.
- Akta wasiat notaris.
- Fotokopi SPPT dan PBB tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, penyerahan bukti SSB (BPHTB) dan bukti bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak).
- Penyerahan bukti SSB (BPHTB), bukti SSP/PPH untuk perolehan tanah lebih dari Rp 60 juta bukti bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak).
Apabila persyaratan sudah lengkap, ahli waris bisa langsung mengurusnya ke kantor BPN. Setelah itu, ia bisa membuat Akta Pembagian Harta Bersama (APHB) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
(khq/fds)