Calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris berjanji akan membangun 3 juta rumah baru dalam 4 tahun. Janjinya ini dia sampaikan dalam pidato pertamanya sebagai calon presiden dari Partai Demokrat pada Jumat (16/8/2024) lalu yang mana fokus bahasannya seputar ekonomi.
Kamala Harris menyebut pembangunan 3 juta rumah ini dapat menjadi solusi bagi masyarakat untuk mendapatkan perumahan yang terjangkau di Amerika. Dari 3 juta rumah yang ingin dibangun, nantinya ada yang akan dijual dan ada pula untuk disewakan.
"Kita harus melakukan segalanya untuk membuat pembelian rumah lebih terjangkau, bukan lebih murah," kata Harris dalam pidatonya di Raleigh, North Carolina seperti yang dikutip dari CNBC pada Kamis (22/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, pasangan calon presiden Kamala Harris dan Tim Walz juga akan memberikan insentif bernama "insentif pajak pertama" bagi pengembang yang menjual rumah kepada pembeli rumah pertama.
Nantinya, insentif ini akan melengkapi Kredit Pajak Rumah Lingkungan yang akan dibuat melalui rancangan Undang-Undang Investasi Rumah Lingkungan.
Mengutip dari The Architect's Newspaper, Harris mengatakan jika dirinya terpilih, dia akan memberikan bantuan uang muka sebesar US$25.000 atau Rp 390 juta kepada 400.000 pembeli rumah generasi pertama. Maksud dari pembeli rumah generasi pertama adalah individu yang orang tuanya tidak memiliki rumah.
Masyarakat yang mengajukan diri sebagai penerima bantuan ini harus memenuhi syarat yakni selalu melakukan pembayaran sewa tepat waktu setidaknya selama dua tahun terakhir.
"Bersama-sama kita akan membangun apa yang saya sebut sebagai ekonomi peluang. Membangun kelas menengah akan menjadi tujuan utama kepresidenan saya karena saya sangat yakin bahwa ketika kelas menengah kuat, maka Amerika akan menjadi kuat," ujarnya dilansir dari Reuters.
Sayangnya, janji ini dipandang skeptis oleh beberapa ahli. CEO National Association of Home Builders James Tobin mempertanyakan konsep dari rumah pertama yang ingin dibangun oleh Kamala Harris. Dia menilai pembangunan perumahan membutuhkan biaya yang besar.
"Di sebagian besar pasar di negara ini, sulit untuk membangun bagi pembeli rumah pertama karena biaya tenaga kerja, biaya tanah, biaya pinjaman untuk pembangun, dan kemudian biaya material," jelasnya.
Kemudian, dia membandingkan harga rumah baru di California sudah mencapai US$250,000 atau Rp 3,9 miliar hingga US$800,000 Rp 12 miliar yang dinilai tidak sebanding dengan bantuan yang diberikan oleh Kamila yang hanya sekitar Rp 390 juta saja.
"Di California, harga rumah pertama mungkin [US$700,000] atau US$800,000, namun di Selatan mungkin hanya US$250,000 atau US$300,000," sebutnya.
Sementara itu, menurut American Bankruptcy Institute tingkat kepemilikan rumah di Amerika saat ini sedang berada di titik terendah sejak tahun 1965. Selain itu, sejak periode penyitaan properti besar-besaran di AS antara tahun 2007 dan 2010, jumlah rumah keluarga tunggal dan gedung sewa multi-keluarga yang sedang dibangun saat ini juga jauh lebih sedikit.
(aqi/dna)