Perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyambangi kantor Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta aturan Tapera direvisi. Dalam pertemuan tersebut, mereka juga membahas rencana pengenaan iuran Tapera kepada pekerja swasta mulai 2027.
"Karena pemerintah itu tidak bisa banyak berbuat kalau undang-undangnya tidak direvisi. Jadi kita kembali, akan memberikan masukan untuk revisi dari Undang-Undang Tapera," kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani di Kemenko Perekonomian, dilansir dari detikFinance, Selasa (16/7/2024).
Seperti yang diketahui, saat ini rencana pelaksanaan Tapera tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, serta Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari hasil pertemuan tersebut, Shinta menyebut Airlangga mendukung usulan mereka terkait revisi aturan Tapera.
"Beliau (Airlangga) mendukung bahwa yang direvisi di undang-undangnya terlebih dahulu, itu yang kita akan revisi," ucap Shinta.
Shinta akan meneruskan usulan ini ke DPR ini. Dia optimis usulan tersebut dapat ditampung oleh DPR RI di periode pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nantinya.
"Itu sih kelihatannya seperti itu. Karena percuma kalau kita bolak-balik hanya dengan pemerintah, tapi kalau di undang-undangnya tidak. Kelihatannya undang-undang kita harus tunggu sampai mungkin parlemen yang baru," jelasnya.
Isi aturan yang menjadi perhatian olehnya adalah gaji pekerja akan dipotong 2,5% setiap bulannya dan perusahaan perlu menanggung 0,5% iuran Tapera paling lambat 2027. Shinta pernah menyatakan seharusnya iuran tersebut bersifat sukarela, bukan diwajibkan pada sektor swasta.
"Kalau untuk ASN, TNI/Polri itu monggo. Jadi khusus untuk swasta ini memang kan pelaksanaannya rencana baru 2027, tapi kita nggak mau dong nunggu 2027. Kita harus melaksanakan sekarang untuk revisinya tuh seperti apa," tutur Shinta.
Dia dan 6 perwakilan Apindo yang hadir dalam pertemuan tersebut juga menyoroti program BPJS Ketenagakerjaan yang juga memiliki manfaat seperti Tapera bernama Manfaat Layanan Tambahan (MLT). Mereka menginginkan program yang sudah ada tersebut dapat dioptimalkan dibanding membuat aturan baru semacam Tapera yang dinilai tumpeng tindih.
Menurutnya, saat ini beban yang ditanggung pemberi kerja maupun pekerja hampir 18,24-19,74%. Mulai dari potongan jaminan tenaga kerja, JHT, jaminan kematian, kecelakaan kerja, pensiun jaminan sosial kesehatan, hingga cadang pesangon.
"Tidak align dengan apa yang sudah ada di PBJS Ketenagakerjaan dan lain-lainnya, karena ada undang-undang yang berkait juga. Jadi prinsipnya kami akan memberikan masukan untuk revisi undang-undangnya. Jadi prinsipnya ini bukan soal mengubah jumlah iuran, tapi konsep," pungkasnya.
(aqi/dna)