Sebuah rumah di Cimahi menjadi sorotan karena dihuni oleh 46 orang di dalamnya. Rumah seluas 70 meter persegi tersebut menampung keluarga besar yang terdiri dari 18 KK. Berkaca dari fenomena ini, apa bahayanya menempati ruang sempit bersama puluhan orang?
Pengamat Perkotaan, Yayat Supriatna mengatakan dari rumah, banyak nilai yang akan ditanamkan. Jika dalam ruang sempit dihuni sampai puluhan orang dan bercampur, tentu tidak baik untuk kesehatan dan psikologi penghuninya.
"Aspek rumah itu harus rumah yang layak huni. (kondisi rumah seperti di Cimahi) sulit bercampur orang dewasa dengan anak-anak. Secara hubungan psikologis berbahaya itu, antara orang dewasa yang berumah tangga dan anak-anak bercampur-campur," kata Yayat saat dihubungi detikProperti pada Selasa (9/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya kondisi ini kerap ditemui dari kalangan MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) di mana mereka memilih untuk tinggal minimalis di tengah keterbatasan ekonomi. Biasanya masyarakat yang memilih untuk tinggal satu atap bersama puluhan orang ini adalah orang yang tidak memiliki hunian tetap atau kelompok urban.
Mereka merasa cukup dengan hanya memiliki tempat tinggal tanpa perlu memikirkan cicilan rumah atau permasalahan lainnya. Kondisi ini yang menyebabkan mereka tinggal di satu atap meskipun jumlahnya sudah tidak wajar.
"Mereka itu pola yang pragmatis. Mereka yang sekadar bekerja, cari makan, punya tempat tinggal di daerah asalnya. Itu polanya minimalis, super minim. Dengan pola minimalis itu, mereka mengupayakan meminimalkan pengeluaran," jelasnya.
Yayat mengatakan kondisi ini tidak dapat diselesaikan jika bukan dari penghuninya yang memulai. Menurutnya pemerintah juga tidak bisa melarang mereka untuk tinggal bersama jika tidak disediakan hunian lain untuk masing-masing KK.
"Itu menunjukkan betapa sulitnya mendapatkan rumah bagi kelompok MBR. Apalagi di tengah kota, harga rumah makin nggak terjangkau. Tanah semakin terbatas, sementara pendapatan mereka rendah," ujarnya.
Di luar fenomena ini, Yayat mengingatkan pentingnya untuk tinggal di rumah yang layak. Menurutnya, definisi rumah layak sendiri adalah rumah yang menyediakan minimal 7,2 meter persegi ruang untuk satu orang. Selain itu, tempat tinggal yang layak juga harus ditempati oleh jumlah yang sesuai. Sebagai contoh rumah tipe 36 idealnya dihuni 4-5 orang saja.
"Layak huni itu artinya memang layak untuk tempat tinggal. Rumah itu sehat, kebutuhan ruangnya mencukupi, untuk usaha juga bisa, untuk tempat tinggal bisa. Rumah layak huni juga kelayakan untuk ditempatinggali sehingga kualitas hidup akan bagus," sebutnya.
Sementara itu, rumah dalam gang di Cimahi yang ditempati 46 orang tersebut telah berdiri sejak 1982. Keberadaan rumah ini diketahui setelah petugas Pemutakhiran Data Pemilih atau Pantarlih KPU Kota Cimahi melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih Pilkada Serentak 2024.
Di dalam rumah tersebut terdiri dari nenek, anak, cucu, hingga saudara dekat sang nenek. Sehari-hari mereka tidur berdempetan dengan sekat seadanya.
"Rumahnya disekat-sekat, jadi di bagian belakang itu ibu, anak-anak, sama cucu. Di depan ada adik ibu, terus di lantai 2 itu diisi sama 3 orang," ungkap salah satu penghuni rumah tersebut, Sri Aminah seperti yang dilansir dari detikJabar.
Saat detikJabar datang ke lokasi, Sri Aminah tidak berkenan bagian dalam rumahnya disorot. Dia hanya memperlihatkan bagian belakang rumahnya saja. Di sana terdapat dua kamar, satu ruangan besar, yang diisi beberapa perabot seperti bufet hingga lemari es.
(aqi/zlf)