Kualitas udara di Indonesia belakang ini memang sedang kurang bagus, salah satu yang paling disorot adalah kota Jakarta. Selain karena polusi, kualitas udara yang buruk juga disebabkan oleh pemanasan global. Pemanasan global ini juga membuat suhu udara di Indonesia semakin tinggi, dan tidak nyaman.
Masalah lingkungan ini ternyata berdampak juga pada sektor properti di Indonesia. Kualitas udara yang kurang baik dan dampak pemanasan global membuat para pengembang harus merespons tantangan cuaca panas dengan menerapkan konsep bangunan hijau atau green building.
Faktanya, saat ini sudah banyak gedung di Indonesia yang mulai menerapkan berbagai teknologi hemat energi, penggunaan material ramah lingkungan, dan penghematan listrik. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap alam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
CEO Leads Property, Hendra Hartono juga mengatakan bahwa sekarang ada sertifikat green building yang menjadi salah satu aspek penting yang dicari oleh banyak orang. Sertifikat ini tidak hanya memberikan nilai tambah dari segi investasi, tetapi juga menjadi tolok ukur kualitas sebuah bangunan. Dengan semakin tingginya permintaan terhadap gedung-gedung yang bersertifikat green building, para pengembang mau tidak mau harus melakukan upgrade agar bisa memenuhi standar tersebut.
"Banyak sekali pembeli dan pengguna yang sekarang maunya gedung yang green building karena mereka sangat support dengan perubahan iklim ini. Saat ini, pemilik gedung sudah banyak sekali yang menerapkan hal-hal untuk mengantisipasi perubahan iklim, seperti menggunakan material yang ramah lingkungan, waste management, water savings," ucap CEO Leads Property, Hendra Hartono kepada detikProperti belum lama ini.
Salah satu kriteria utama agar sebuah tenant dapat memperoleh sertifikat green building adalah mereka harus berada di gedung yang sudah memiliki sertifikat tersebut. Ini menunjukkan bahwa keberadaan green building sudah menjadi kebutuhan esensial di era pemanasan global ini.
Tidak hanya di gedung-gedung komersial, lanjut pria yang juga dewan juri Indonesia Property Award 2024, yang diselenggarakan oleh PropertyGuru itu, tren green building juga merambah sektor residensial.
Banyak pengembang apartemen, hunian, perumahan tapak, bahkan pergudangan yang berlomba-lomba menerapkan teknologi hemat energi. Contohnya, penggunaan panel surya di atap pergudangan menjadi salah satu upaya untuk mengurangi konsumsi energi konvensional dan meningkatkan efisiensi energi.
Namun, bagaimana dengan pengembang yang fokus pada properti untuk masyarakat umum? Untuk sektor perumahan sendiri, saat ini persaingan antar pengembang masih berkutat pada konsep desain. Contohnya, perumahan menengah ke atas yang mengadopsi konsep Jepang atau Korea. Sementara itu, rumah-rumah kecil lebih fokus pada desain interior yang nyaman meski dengan ruang terbatas.
"Sampai saat ini perlombaan dari perumahan-perumahan ini masih lebih ke arah konsep. Tema-tema untuk perumahan menengah keatas biasanya konsep Jepang, Korea. Kalau untuk rumah-rumah kecil itu biasanya di interior, bagaimana caranya membuat rumah tetap nyaman meski lahan terbatas," kata Hendra.
"Jadi kalau ditanya apakah mereka (para pengembang perumahan) sudah compete di green building? belum sih, belum sampai situ," Pungkasnya.
Meskipun begitu, dengan kesadaran yang semakin meningkat akan pentingnya keberlanjutan lingkungan, diharapkan bahwa konsep green building akan semakin diterima dan diimplementasikan secara luas di seluruh sektor properti di Indonesia. Implementasi green building bukan hanya sekadar tren, tetapi juga kebutuhan masa depan untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
(dna/dna)