Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka punya program akan membangun 3 juta rumah setiap tahun pada periodenya nanti. Siapa yang layak merasakan program tersebut?
Prabowo-Gibran berjanji akan memperhatikan sektor perumahan dengan membangun 3 juta rumah. Pembangunan itu masing-masing terbagi menjadi 1 juta rumah di perkotaan, dan 2 juta rumah di pedesaan dan pesisir.
Praktisi Perkotaan dan Properti, Soelaeman Soemawinata akan berdampak positif pada tekad mengurangi backlog alias kurang pasok rumah yang saat ini masih belasan juta unit. Menurutnya, program penyediaan rumah ini harus tetap sasaran menyasar masyarakat yang betul-betul membutuhkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikatakan mantan Ketua Umum Real Estate Indonesia ini, diharapkan ini tak lagi hanya menyasar masyarakat berpenghasilan rendah alias MBR. Melainkan juga kelompok masyarakat miskin (pro-poor) yang berada di bawah MBR.
Kelompok masyarakat ini mayoritas bekerja serabutan dengan penghasilan hanya cukup untuk makan sehari-hari, sehingga tidak bisa menabung. Kelompok ini, katanya. jumlahnya ada berpuluh juta orang. Sebagian besar hanya mampu menyewa karena tidak bisa membeli rumah, sedangkan sisanya terutama di pedesaan ada yang memiliki tanah tetapi tidak mampu membangun atau memiliki tanah dan rumah namun kondisi rumahnya memprihatinkan. Bahkan di perkotaan, ada masyarakat yang terpaksa tinggal di permukiman kumuh (slum area).
"Kalau kita lihat piramida kemiskinan itu lebih banyak yang di bawah MBR, sehingga kelompok masyarakat ini yang sepatutnya lebih diutamakan pemerintah saat nanti program 3 juta rumah dijalankan. Pemerintah dan negara harus hadir langsung membantu kelompok masyarakat ini untuk membangun atau merenovasi rumah mereka," tegas pria yang akrab disapa Eman ini dalam keterangannya, Selasa (28/5/2023).
Dengan memberikan prioritas terhadap kelompok masyarakat miskin di bawah MBR ini, maka hal itu sejalan dengan sasaran pemerintahan mendatang untuk meningkatkan gizi masyarakat terutama anak-anak. Eman menegaskan, peningkatan gizi tersebut tidak cukup jika kualitas rumah dan lingkungan masyarakat tidak dibenahi juga.
Sementara untuk rumah kelompok MBR (affordable housing), Eman menilai saat ini telah didukung berbagai kemudahan dari pemerintah seperti adanya bantuan uang muka, pembebasan pajak dan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang rendah. Tinggal dilakukan pembenahan syarat aturan dan penyempurnaan pada skema pembiayaannya agar lebih mudah diakses MBR.
Dia menyebutkan, MBR adalah kelompok masyarakat yang berkemampuan membeli rumah karena memiliki penghasilan (antara Rp 6 juta sampai Rp 7 juta per bulan) tetapi tidak mencukupi sehingga perlu dibantu pemerintah dengan berbagai dukungan insentif.
"Kelompok MBR ini tetap harus diperkuat dengan berbagai kemudahan sehingga mereka menjadi sanggup untuk membeli rumah," ungkap Eman.
Eman mengusulkan, untuk memenuhi kebutuhan rumah masyarakat miskin, perlu ada terobosan baru terkait masalah anggaran.
"Tentu keterbatasan anggaran pemerintah yang terbatas menjadi masalah. Oleh karena itu pemerintah dapat melibatkan swasta atau donor asing melalui penghimpunan dana abadi perkotaan (urban fund) sebagai alternatif sumber pendanaan pemerintah dalam pembangunan rumah, rusunawa, renovasi rumah masyarakat atau program penataan kampung kumuh," jelas Eman.
Urban fund bersumber dari dana-dana yang tidak memerlukan pengembalian secara komersial baik dana pemerintah, bantuan donor asing dan pihak swasta termasuk dana corporate social responsibility (CSR). Sebagai dana abadi, maka dana pokok urban fund tidak akan dipakai, tetapi hanya memanfaatkan bunganya saja.
"Selain memperbesar anggaran perumahan, urban fund juga dapat digunakan untuk subsidi selisih bunga bagi perumahan MBR dan garansi (asuransi) pembiayaan perumahan bagi masyarakat di sektor informal," ungkapnya
Ditambahkannya, pengelolaan urban fund dapat diserahkan kepada lembaga keuangan perumahan seperti BP Tapera dan PT SMF (Persero). Lembaga tersebut tinggal diberikan kewenangan untuk mengelola urban fund lewat keputusan atau peraturan presiden. Selain urban fund, kata Eman, perlu dipikirkan sumber pendanaan lain yang sifatnya tidak memberikan pembebanan baru terutama kepada masyarakat, tetapi mengefektifkan yang sudah ada.
"Misalnya apakah semua perusahaan swasta atau BUMN telah melaksanakan program CSR sesuai aturan 2% dari keuntungan? Lalu apakah pengembang yang membangun hunian mewah sudah menjalankan ketentuan hunian berimbang? Banyak sumber-sumber lain yang dapat dilakukan tanpa membebani masyarakat dan negara," tegasnya.
(zlf/zlf)