Dalam peringatan hari buruh pada 1 Mei 2024 lalu, banyak tuntutan yang disuarakan oleh massa dari persatuan buruh. Salah satunya adalah serikat buruh dan kelompok mahasiswa di Kota Yogyakarta yang menyebut dengan UMP Jogja Rp 2,4 juta, tidak cukup untuk beli rumah.
Koordinator JALA PRT, Jumiyem bersama rekan persatuan buruh lainnya menuntut Pemda DIY membangun perumahan murah bagi para buruh. Hal ini dikarenakan upah minimum provinsi (UMP) DIY saat ini dianggap JALA PRT terlalu rendah dan tidak mencukupi untuk kebutuhan papan, pangan, sandang.
"Upah buruh di Yogyakarta ini khususnya murah sekali sehingga para pekerja ini tidak bisa memiliki rumah dan bahkan untuk kebutuhan sehari-hari saja nggak cukup," kata Jumiyem seperti yang dikutip dari CNN Indonesia pada Senin (6/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, harga tanah dan material bangunan di DIY saat ini semakin tinggi ditambah harga kebutuhan pokok yang juga bertambah mahal sehingga UMP DIY saat ini tidak sebanding. Padahal menurutnya parah buruh telah berkontribusi dalam mendorong perekonomian daerah.
"Selama ini banyak kawan-kawan buruh yang masih ikut dengan orang tuanya, nggak sedikit juga yang masih ngekos. Ketika sudah punya keluarga, kawan-kawan buruh ini juga nggak bisa menyekolahkan anak-anaknya untuk pendidikan yang lebih tinggi," ungkapnya.
Mereka meminta kepada Gubernur DIY segera merevisi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2024 di wilayahnya minimal 15%. Termasuk adanya penguatan pendapatan di luar upah yaitu melalui koperasi bagi buruh.
Selain kenaikan UMP, mereka juga menuntut penyediaan layanan transportasi berupa Trans Jogja dengan rute yang melewati kawasan pabrik dengan diskon kepada anggota pekerja serikat buruh. Pada bidang pendidikan, mereka meminta bantuan beasiswa bagi buruh dan keluarganya.
Sementara itu, Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Yogyakarta yang hadir di tempat yang sama mengharapkan pemerintahan yang baru dapat mencabut Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan mengganti regulasi ketenagakerjaan tersebut.
"Kami meminta kepada presiden yang baru, Prabowo Subianto untuk mencabut UU Cipta Kerja dan menggantikan UU Cipta Kerja sehingga bisa menghapus sistem kontrak dan outsourcing," ujar Irsyad.
Sebagai gantinya, pemerintah diminta kembali menerapkan UU Nomor 13 Tahun 2023 tentang ketenagakerjaan, sehingga pengaturan soal upah minimum dan pesangon diatur melalui regulasi lama tersebut.
Selain itu, dia menyarankan pasangan Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dapat merealisasikan program reforma agraria, memecahkan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak serta buruh migran supaya memperoleh perlindungan lebih layak.
"Tak kalah penting, Kementerian Ketenagakerjaan harus segera mengadaptasi seiring berkembangnya ekonomi kreatif maka perlu ada sekian peraturan perundang-undangan yang bisa mengatur para pekerja ekraf termasuk seniman dan pegawai seni," pungkasnya.
(aqi/aqi)