Jakarta telah resmi melepaskan statusnya sebagai Ibu Kota Indonesia setelah Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) disahkan pada 28 Maret 2024. Daerah Khusus Jakarta atau DKJ akan menjadi sebutan baru untuk Jakarta ke depannya.
Selepas tidak menjadi Ibu Kota Indonesia, Jakarta disiapkan menjadi kota global dan pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal yang sama juga dikatakan oleh Ketua Ikatan Ahli Perencana Wilayah dan Kota (IAP) Jakarta, Adhamaski Pangeran yang menilai untuk menjadi kota global maka paradigma pembangunan Jakarta ke depan harus berfokus kepada economic growth atau pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing sebagai pusat finansial dan investasi dunia.
Salah satu cara untuk mewujudkan Jakarta kota global adalah membuka kawasan pusat bisnis (central business district/CBD) untuk kantor pusat (headquarters) bagi perusahaan-perusahaan multinasional yang berinvestasi di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama ini justru kita salah kaprah karena menganggap untuk menjadi kota global fokusnya harus menuntaskan persoalan kawasan kumuh, masalah akses penyediaan air bersih yang belum merata, atau pemenuhan sarana dan prasarana infrastruktur lainnya," ungkap Adhamaski pada Rapat Kerja Daerah (Rakerda) IAP Jakarta seperti yang dikutip dari pernyataan tertulisnya pada Rabu (3/4/2024).
Untuk menjadi Jakarta kota global, Jakarta tidak hanya berlomba dengan kota besar di negara lain, melainkan dengan kota-kota di Indonesia lainnya. PIK, BSD City, atau Alam Sutera adalah kawasan strategis di sekitaran Jakarta dan tengah diminati sebagai lokasi headquarters korporasi dunia termasuk perusahaan jasa keuangan dan asuransi.
Lalu, Jakarta selama 5 tahun terakhir juga daya saingannya semakin menurun. Merujuk Global Financial Centres Index, rangking Jakarta turun dari 69 di tahun 2019 menjadi 102 di tahun 2023.
Sementara Kearney Global City Index menyebutkan peringkat Jakarta anjlok dari 59 di tahun 2019 menjadi peringkat 74 di tahun 2023. Sedangkan MORI Global Power City Index 2023 menempatkan posisi daya saing Jakarta berada di bawah Kuala Lumpur, Bangkok dan Singapura.
Pengadaan Urban Fund
IAP Jakarta menyinggung, untuk membuat Jakarta Kembali berdaya saing perlu adanya perluasan kewenangan Jakarta dalam hal pembiayaan dan penyediaan perumahan. Selain itu, memperluas kewenangan untuk pengembangan jaringan transportasi publik hingga keluar wilayah Jakarta atau hingga daerah-daerah penyangga.
"Perluasan itu bagus sekali, karena persoalan Jakarta itu selama ini sebenarnya juga banyak dipicu dari daerah-daerah penyangga karena terbatasnya kapasitas keuangan daerah tersebut," ujar Adhamaski.
Dia menyayangkan kawasan aglomerasi yang yang diatur UU DKJ karena masih mengandalkan anggaran Jakarta. Begitu pula dengan Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur dan Project Management Office (PMO) Jabodetabekpunjur, penangganan kawasan aglomerasi Jabodetabekpunjur masih tetap mengandalkan anggaran dari Pemerintah Provinsi Jakarta.
Tidak terlihat adanya alokasi dana khusus dari pemerintah pusat untuk mendukung kawasan aglomerasi tersebut. IAP Jakarta menyarankan untuk pembentukan dana abadi perkotaan (urban fund) guna meningkatkan kapasitas keuangan kawasan megapolitan seperti Jakarta dan sekitarnya.
"Urban fund ini menjadi menarik karena sumber dananya berasal dari alokasi pemerintah pusat, dana corporate sosial responsibility (CSR), dana pihak swasta dan lembaga donor asing serta dana lainnya yang tidak perlu pengembalian secara komersial untuk membantu mengatasi masalah-masalah perkotaan di Indonesia," jelasnya.
Urban fund diyakini dapat menyelesaikan berbagai hambatan pembangunan seperti mengatasi urban sprawl di perkotaan yang cenderung terus melebar dan kompleks termasuk untuk penyediaan rusun sewa, pembangunan hunian vertikal terjangkau serta penataan kawasan kumuh di perkotaan.
Terakhir, IAP Jakarta mengingatkan agar keberadaan kawasan aglomerasi di bawah Dewan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekpunjur dimanfaatkan secara optimal untuk memperbaiki koordinasi penataan ruang Jakarta dan daerah-daerah sekitarnya.
Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak membuat penyusunan rencana pembangunan di kawasan aglomerasi dapat dilakukan bersamaan, termasuk penyusunan Rencana Pembangunan a-pasial (RPJMD) dan spasial (RTRW).
"Dengan begitu perencanaan pembangunan dan tata ruangnya menjadi dan saling melengkapi. Peran dari Dewan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekpunjur di sini menjadi vital sekali, sehingga kami mengusulkan agar dewan ini tepatnya berada di bawah koordinasi dari Kementerian Perkotaan," pungkas Adhamaski.
(aqi/zlf)