Sektor properti di Bali diperkirakan akan mengalami pertumbuhan positif di tahun 2024. Hal ini didukung oleh kondisi ekonomi yang kondusif dan menjanjikan.
Menurut pendiri dan pemilik Alex Villas, Alex Shtefan, pulau Bali sedang mengalami perubahan lanskap properti yang signifikan dengan kemunculan kawasan-kawasan wisata baru.
"Kawasan-kawasan yang menarik turis tidak hanya berada di area-area yang sudah terkenal sebelumnya seperti Kuta, Ubud, Sanur, Seminyak, Canggu, dan Uluwatu. Minat para wisatawan kini merambah ke bagian barat Bali, termasuk Seseh, Kedungu, Cemagi, dan Tabanan," ujar Alex dalam keterangan tertulis, Selasa (5/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perluasan area ini memberikan peluang baru bagi sektor properti dan menambah pilihan wisata bagi para pengunjung yang ingin menjelajahi bagian-bagian Bali yang jarang dikunjungi," imbuhnya.
Berdasarkan laporan Mordor Intelligence, pasar properti residensial Indonesia pada tahun 2023 bernilai sekitar US$ 67 miliar (setara Rp 1.055 triliun) dan diperkirakan pada tahun 2024 akan mencapai US$ 72 miliar (setara Rp 1.135 triliun), atau tumbuh sekitar hampir 8%. Bahkan, tahun 2029 diramalkan akan mencapai US$ 105,7 (setara Rp 1.666 triliun).
Adapun Pulau Bali menempati posisi teratas sebagai tujuan wisata di website perjalanan TripAdvisor menyambut lebih dari 15 juta wisatawan pada tahun 2023, melebihi target pemerintah Indonesia. Angka tersebut diperkirakan akan semakin meningkat di tahun 2024, sehingga akan berkontribusi pada prospek gemilang pasar properti Bali.
Selain itu, perkembangan positif pada sektor properti Bali juga dipengaruhi oleh regulasi pemerintah dan rencana perkembangan infrastruktur. Sebelumnya, pemerintah sudah menerapkan beberapa kebijakan pada tahun 2023 yang berpengaruh signifikan dalam sektor properti Bali. Regulasi terbaru kini memberikan investor hak kepemilikan penuh atas tanah sewa.
"Hak Guna Bangunan" (HGB). Pemerintah juga mengeluarkan program Golden visa yang memungkinkan investor asing untuk tinggal selama 5-10 tahun di Indonesia," ucap Alex.
"Secara bersamaan, pemerintah juga berkomitmen memperkuat infrastruktur pulau tersebut dengan perencanaan pembangunan jalan tol baru yang menghubungkan Gilimanuk ke Mengwi, dan pengembangan kereta bawah tanah (LRT) yang menghubungkan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai ke area wisata seperti, Kuta, Seminyak, dan sekitarnya," sambungnya.
Menurutnya, langkah-langkah tersebut mencerminkan upaya pemerintah untuk memperkuat sektor properti Bali dengan meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas secara keseluruhan di Pulau Dewata. Regulasi dan rencana pemerintah ini berpotensi mengubah tatanan sektor properti Bali.
Di sisi lain, wisatawan asing kini mencari properti untuk jangka waktu yang lebih panjang, dan jarak yang dekat ke bandara bukan lagi menjadi pertimbangan utama.
"Sebagai pengembang properti, kami sangat antusias dengan langkah-langkah pemerintah ini, dan berusaha aktif berpartisipasi demi memastikan operasi bisnis kami selaras dengan iklim positif ini. Industri properti Bali sangat unik dan membutuhkan pemahaman mendalam akan masyarakat dan dinamika lokal supaya bisa berkembang secara harmonis," katanya.
"Dalam upaya pengembangan bisnis, kami dengan tekun mematuhi regulasi, bekerja sama dengan pemerintah setempat, dan masyarakat sekitar untuk memastikan properti kami menghormati semua aspek Bali-sosial, budaya, dan lingkungan," ungkap Alex.
Alex menuturkan pada tahun 2023 terdapat lebih dari 500 pengembang properti yang terdaftar di Bali. Angka ini termasuk tinggi dan dapat menjadi ancaman bagi pasar properti Bali jika para pengembang tidak sepenuhnya memahami pasar lokal, termasuk regulasi dan budaya, serta biaya aktual pembangunan per meter persegi.
Terbukti ada banyak pengembang yang proyek propertinya mangkrak atau tertunda, dan beberapa di antaranya menjanjikan imbal hasil investasi yang tidak realistis. Untuk itu, Alex menjelaskan skema keuntungan investasi properti di Bali.
"Investasi properti di Bali biasanya mulai memberikan imbal hasil yang menguntungkan setelah 5-7 tahun, dan ini berlaku untuk properti seharga mulai dari Rp 3 miliar. Setelah itu, investor umumnya menikmati pendapatan sebesar 15-20% per tahunnya," jelasnya.
"Namun, angka ini dapat menurun secara signifikan jika investor salah memilih pengembang properti, yang dapat mengarah pada hasil investasi yang tidak menguntungkan. Penting untuk dicatat bahwa meskipun harga properti di Bali dapat berfluktuasi, harga tanah umumnya tetap stabil," lanjutnya.
Alex menegaskan gangguan apapun yang terjadi di pasar dapat berpotensi mengikis kepercayaan investor asing, khususnya dari Timur Tengah yang telah menunjukkan ketertarikan terhadap prospek ekonomi Indonesia, khususnya pada sektor wisata di Bali yang menjanjikan. Ia pun menilai mendorong industri properti di Bali untuk terus maju merupakan tanggung jawab bersama.
(zlf/zlf)