Jakarta kerap disebut akan tenggelam beberapa tahun ke depan. Untuk mencegah hal tersebut, berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah agar Jakarta tidak benar-benar tenggelam.
Walau Jakarta sering disebut akan tenggelam, menurut Direktur Regional I Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/BPN) Abdul Malik Sadat Idris, hal itu tidak sepenuhnya benar.
Ia menyebut ada beberapa daerah yang kerap menjadi gambaran daerah 'tenggelam' di Jakarta, seperti Pompa Pluit, Marina, Reklamasi. Ketiga daerah itu memiliki peluang tanahnya turun karena hasil buatan manusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Narasi banjir yang dilihat di YouTube itu, di daerah Pompa Pluit, Marina, Reklamasi, daerah baru. Di situ memang karena daerah bikinan manusia laju penurunan tanahnya, dulu technically pembangunannya kurang pas jadi turunnya lebih banyak," kata Abdul Malik, dikutip dari YouTube Pemprov DKI Jakarta dalam Seminar 'Masa Depan Jakarta Pasca IKN: Tantangan Lingkungan & Kompetisi Global City, Sabtu (17/2/2024).
Langkah penanggulangan yang telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta adalah dengan pembangunan tanggul pantai dengan ketinggian 4 meter.
Di Pompa Pluit sendiri telah berdiri Rumah Pompa sebagai tanggul yang mengatur debit air saat hujan datang agar tidak menimbulkan banjir di beberapa titik rawan di Jakarta.
Daerah Marina juga memiliki pintu air yang diawasi oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta. Setiap hujan deras terjadi di daerah Jakarta khususnya Marina, Ancol, mereka akan memberitahukan status debit air terkini di sana.
Sementara itu reklamasi teluk Jakarta adalah proyek penimbunan dan pengeringan laut di bagian perairan laut Jakarta yang telah dikerjakan sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto dan berhenti di masa pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 2018 meski ada 4 pulau yang tetap diberikan izin pembangunannya. Proyek ini memang diprediksi menyebabkan banjir di beberapa titik di Jakarta.
"Di situ titik merahnya. Tapi diulang-ulang Jakarta tenggelam. Sekarang pun sudah ditanggulangi dengan tanggul pantai ketinggian 4 meter. Daerah situ sudah terlindungi. Tetapi daerah tadi bukan representatif seluruh daerah Jakarta (akan tenggelam)," tegasnya.
"Menyelesaikan banjir ini harus hulu ke hilir. Di pantai ada land subsidence. Kita buat sistem pertahanannya di hulu. Mau bicara konservasi, bisa, tapi daerah Jabodetabek sudah jadi area hunian, jadi banyak gesekan," lanjutnya.
Sementara itu upaya lainnya yang disarankan oleh Abdul Malik untuk pengelolaan sumber daya air tiap wilayah di Jakarta adalah dengan memelihara situ, danau, embung, dan waduk, mempercepat pembangunan tanggul air di beberapa wilayah, mengembangkan sumur resapan, kolam retensi, dan detensi, hingga membuat sistem pemantauan kualitas air pada sungai-sungai di Jakarta.
Dia mengatakan permasalahan banjir di Jakarta ini tidak dapat sepenuhnya diatasi oleh kepemimpinan siapapun. Tugas pemerintah hanya bisa mengurangi kerugian yang disebabkan oleh banjir tersebut.
"Banjir itu akan ada risiko yang terlampaui. Sebagai contoh climate change, curah hujan bisa terjadi, yang penting kita mengurangi kerugiannya, menyelamatkan dan cepat pulih, (berupaya) tidak ada kerusakan yang permanen," jelasnya.
(aqi/abr)