Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti membeberkan tantangan dalam penyediaan air minum di Indonesia. Salah satunya faktor pertambahan penduduk.
"Tantangan yang terbesar untuk mewujudkan persediaan air minum ini yang pertama adalah masalah kependudukan. Kependudukan ini kan semakin lama semakin bertambah terus, apalagi ada pertumbuhan penduduk dan urbanisasi sehingga kebutuhan air minum ini makin lama makin banyak," ujarnya dalam acara Konferensi Pers Road to 10th World Water Forum bertema Urgensi Akses Air Minum dan Sanitasi yang disiarkan langsung di YouTube FMB9ID_IKP, Selasa (23/1/2024).
Tantangan penyediaan air minum ini juga terjadi karena tidak semua daerah memiliki sungai untuk dijadikan air baku. Meski demikian, kata Diana, hal itu bisa disiasati dengan penggunaan Sistem Pengolahan Air Minum (SPAM) regional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diana menyebutkan, akses pelayanan air minum di Indonesia memang masih minim, apalagi akses untuk air minum aman. Berdasarkan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), penyediaan air minum layak mencapai 91,08%. Sementara itu, menurut data studi kualitas air minum rumah tangga tahun 2020, akses air minum aman hanya 11,8%.
Sebagai informasi, dikutip dari LPPM ITB, menurut Joint Monitoring Programme (JMP) yang digawangi oleh WHO dan UNICEF, sumber air minum layak adalah sumber yang memiliki potensi untuk menghasilkan air dengan kualitas yang memenuhi persyaratan kesehatan berdasarkan desain dan konstruksinya. Contoh air minum layak adalah sistem penyediaan air minum (SPAM) jaringan perpipaan, sumur bor, dan pemanenan air hujan. Sementara itu, air minum aman menurut JMP harus memenuhi 3 kriteria yaitu, dapat diakses di dalam rumah, tersedia setiap kali dibutuhkan, dan bebas dari kontaminasi.
Tantangan selanjutnya terkait regulasi. Sebab, adanya regulasi sangat penting untuk menjadi dasar penyediaan air minum.
Belum lagi masalah pencemaran lingkungan yang berpengaruh pada kualitas air yang ada. Menurutnya, saat ini kondisi pelayanan limbah domestik dan persampahan di permukiman masih belum memadai sehingga masih banyak orang yang membuang sampah langsung ke sungai. Akibatnya, sekitar 75% sungai di Indonesia menjadi tercemar.
Diana berpendapat, tantangan-tantangan tersebut tidak hanya bisa diselesaikan oleh pemerintah, melainkan juga perlu dibantu oleh masyarakat. Misalnya menghemat penggunaan air
"Kalau bisa air hujan itu dimanfaatkan juga. Air hujan bisa dimanfaatkan untuk menjadi alternatif air baku, misalnya rain harvesting," tuturnya.
Dilansir dari situs Kementerian PUPR, air hujan yang ditampung atau dipanen ini bisa digunakan untuk berbagai hal, misalnya untuk mencuci, mandi, menyiram tanaman, bahkan bisa untuk memasak apabila kualitasnya memenuhi standar kesehatan.
"Banyak hal yang bisa kita lakukan bersama-sama, tidak hanya pemerintah pusat saja, tapi pemerintah pusat, pemerintah daerah, kemudian stakeholder, bahkan juga masyarakat," ujarnya.
(abr/zlf)