Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor Urut 03 Mahfud Md mengungkapkan saat ini ada 2.587 pengaduan terkait kasus tanah adat. Hal ini, kata Mahfud, adalah masalah yang sangat besar.
Hal itu disampaikan dalam debat Pilpres keempat pada Minggu (21/1) kemarin ketika ditanya bagaimana strategi untuk memulihkan hak-hak masyarakat adat yang tanahnya dirampas tanpa persetujuan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya perampasan 8,5 juta hektare wilayah adat dan mengakibatkan 678 kasus kriminalisasi dan pemiskinan perempuan adat sejak 2014 lalu.
Menjawab hal tersebut, Mahfud mengungkapkan, berdasarkan rekapitulasi yang dibuat oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan HAM (Kemenko Polhukam), dari 10.000 pengaduan, terdapat 2.587 kasus tanah adat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi ini memang masalah besar di negeri ini," tuturnya dalam debat Pilpres keempat, ditulis Senin (22/1/2024).
Ia menuturkan, meski sudah ada hukum yang mengatur soal tanah adat masyarakat, pelaksanaannya masih sulit. Hal itu karena aparat pemerintah yang enggan melaksanakan aturan tersebut.
"Ada orang yang mengatakan 'aturannya kan sudah ada, tinggal laksanakan'. Nggak semudah itu. Justru ini aparatnya yang tidak mau melaksanakan aturan, akalnya banyak sekali," paparnya.
Mahfud juga mengungkapkan sempat ada kasus di mana izin usaha pertambangan (IUP) sudah dicabut bahkan sudah ada putusan Mahkamah Agung untuk membereskan masalah tersebut, namun oknum aparat tersebut tidak melakukan apapun selama satu setengah tahun.
"Ada perintah dari Mahkamah Agung 'tuh IUP yang di sana dicabut', ini vonis sudah inkrah, satu setengah tahun tidak jalan. Ketika kita kirim orang ke sana, petugasnya tiba-tiba dipindah, yang baru ditanya 'kami tidak tahu'. Padahal itu sudah terjadi eksploitasi terhadap tambang-tambang nikel kita, misalnya," ujarnya.
Maka dari itu, strategi yang akan dilakukan untuk hal tersebut adalah melakukan penertiban birokrasi pemerintahan dan aparat penegak hukum.
"Oleh sebab itu, kalau ditanyakan 'apa yang harus kita lakukan?' strateginya adalah penertiban birokrasi pemerintah dan aparat penegak hukum," tuturnya.
(abr/zlf)