Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berencana untuk membangun rumah terapung untuk masyarakat pesisir pantai. Hal ini sebagai upaya untuk mengatasi kawasan pesisir terendam air karena penurunan tanah dan abrasi.
Nantinya akan ada 2 jenis rumah yang akan dibangun yaitu rumah panggung dan rumah terapung. Ia meminta Universitas Pertahanan untuk membuat prototipe rumahnya.
"Jadi dua pola, rumah-rumah di atas panggung yang merupakan kearifan nenek moyang kita, kan begitu ya kan. Kalau tadi 25 cm (air naik) setahun berati kalau 20 tahun berapa itu 500 cm, berarti panggung ini harus bisa di atas genangan setinggi itu. Yang kedua, polanya adalah rumah terapung, rumah murah terapung," kata Prabowo dalam pemaparan di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta Pusat, Rabu (10/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumah terapung memang bisa menjadi salah satu solusi untuk menghadapi bencana banjir atau naiknya permukaan air laut. Sebelum membahasnya lebih lanjut, sebaiknya kamu mengetahui apa itu rumah terapung.
Pengertian Rumah Terapung
Seperti namanya, rumah ini tidak dibangun di atas tanah, melainkan di atas air dengan fondasi yang bisa terapung. Rumah ini dibuat tidak bisa bergerak sehingga tidak ada motor mesin atau sistem navigasi di dalamnya.
"Sebaliknya, mereka (rumah terapung) tertambat secara permanen dan tidak bergerak, seperti rumah biasa yang dibangun di atas tanah," kata Agen Real Estate dan Founder/CEO Mortgages Relief Dan Belcher, dikutip dari Realtor.com, Rabu (10/1/2024).
Dilansir dari BBC, rumah terapung bisa dibangun di garis pantai manapun dan dapat mengatasi naiknya air laut atau banjir akibat hujan dengan tetap berada di atas permukaan air. Rumah terapung berbeda dengan rumah perahu atau houseboat yang mudah dilepas dan dipindahkan.
Struktur rumah terapung mirip dengan rumah yang dibangun di atas tanah. Bedanya, rumah terapung memiliki lambung beton yang berfungsi sebagai penyeimbang sehingga dapat tetap stabil di atas air.
Contoh Negara yang Memiliki Rumah Terapung
Sudah ada beberapa negara yang menerapkan konsep rumah terapung, misalnya seperti Amerika Serikat dan Belanda. Di Amerika Serikat, rumah terapung bisa digunakan sebagai rumah liburan yang ditempati saat liburan saja. Namun, ada juga yang menempatinya secara permanen.
Sementara itu, di Belanda bahkan ada perumahan terapung untuk mengatasi masalah banjir dan naik permukaan air laut. Koen Olthuis yang mendirikan sebuah firma arsitektur di Belanda yang fokus pada bangunan terapung, Waterstudio, mengatakan, sifat rumah yang relatif tidak berteknologi tinggi bisa menjadi keuntungan terbesar mereka.
Pihaknya membangun rumah terapung yang distabilkan oleh tiang-tiang yang ditancapkan sekitar 65 meter ke dalam tanah. Rumah tersebut juga dilengkapi bahan penyerap guncangan untuk mengurangi sensasi pergerakan gelombang di dekatnya.
Rumah-rumah tersebut naik ketika air naik dan turun ketika air surut. Meski sederhana, menurutnya rumah terapung ini memiliki potensi untuk mengubah kota dengan cara yang belum terjadi sebelumnya. Olthuis sudah mendesain 300 rumah terapung, perkantoran, sekolah, dan pusat layanan kesehatan.
Tak hanya rumah terapung, di wilayah Rotterdam misalnya yang 90% berada di bawah permukaan laut bahkan memiliki gedung perkantoran dan peternakan terapung. Rotterdam menjadi rumah bagi gedung perkantoran terapung terbesar di dunia, serta peternakan terapung tempat sapi diperah oleh robot yang memasok produk susu ke toko bahan makanan lokal.
"Selama 15 tahun terakhir, kami telah mengubah diri kami menjadi kota delta," kata Kepala Petugas Ketahanan di Rotterdam, Arnoud Molenaar, dikutip dari BBC.
"Daripada melihat air hanya sebagai musuh, kami melihatnya sebagai sebuah peluang," sambungnya.
Sementara itu, Indonesia juga sudah menerapkan konsep rumah terapung. Contohnya seperti rumah tradisional rumah Lanting di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Rumah Lanting menggunakan material kayu yang memanfaatkan batang kayu gelondongan atau drum sebagai fondasi untuk mengapung.
Dilansir dari situs Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, rumah lanting biasanya diikat kuat pada pohon atau ditambatkan di sebuah tiang di tepi sungai, sehingga rumah lanting tidak hanyut terbawa arus sungai atau terombang-ambing. Meskipun rumah itu mengapung, tetapi tetap harus kontak dengan daratan, sehingga ada titian atau jembatan penghubung dari bahan kayu yang menyentuh tepian daratan.
Panjang pendeknya titian diatur sedemikian rupa dan disesuaikan dengan kondisi ketinggian air sungai. Ketika permukaan air sungai pasang, posisi rumah lanting ditarik mendekati tepi badan sungai, sebaliknya ketika permukaan air sungai surut, tali pengikat diulurkan menjauh dari tepian agar rumah lanting tetap berada di permukaan.
Biasanya rumah lanting menghadap ke arah daratan dan berukuran relatif kecil, sekitar 20-40 meter persegi. Rumah ini memiliki dua pintu yang mengarah ke daratan dan ke sungai, beserta dua jendela untuk sirkulasi udara. Dengan besaran yang sangat terbatas, rumah ini hanya mampu mewadahi dua atau tiga ruangan saja.
Ruang utama harus ada dan berfungsi ganda sebagai tempat tidur di malam hari, merangkap ruang keluarga di saat-saat santai, dan ruang tamu, bahkan ruang makan bersama, sekaligus ruang pelayanan, seperti dapur untuk memasak atau menyiapkan bahan makanan.
(abr/zlf)