Presiden Amerika Serikat ke-45, Donald Trump tengah diselidiki dugaan skandal properti. Trump diduga mengambil keuntungan dari penyewaan hotel miliknya selama menjabat.
Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Partai Demokrat Amerika Serikat menyebut, dugaan ini berawal dari hasil investigasi yang dilakukan terhadap penyewaan properti Donald Trump di tahun 2017-2018.
Pada kurun waktu itu, ada 20 negara yang tercatat menghabiskan total US$ 7,8 juta atau sekitar Rp 120 miliar (kurs: Rp 15.500) belanja pegawainya menginap di properti milik Trump. China berada di urutan teratas dengan total belanja senilai US$ 5,5 juta untuk menginap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu disebut miris karena dalam waktu bersamaan, Trump tengah melancarkan perang dagang dengan China.
Di urutan kedua Arab Saudi dan keluarga kerajaannya menghabiskan lebih dari US$ 600.000.
Temuan ini merupakan puncak dari penyelidikan selama bertahun-tahun oleh Partai Demokrat di DPR mengenai apakah Trump secara pribadi mendapat keuntungan dari masa jabatannya di pemerintahan.
Laporan setebal 156 halaman tersebut menemukan bahwa selain China dan Arab Saudi, entitas terkait negara dari Kongo, Malaysia, Albania, dan Kosovo menghabiskan uang di hotel dan apartemen Trump. Investigasi ini bergantung pada dokumen yang diperoleh dari Mazars, bekas kantor akuntan Trump.
Qatar menghabiskan lebih dari US$ 460.000 dan Kuwait lebih dari US$ 300.000, kata laporan itu.
Laporan pada tahun 2017 dan 2018 terjadi ketika Trump melancarkan serangan perang dagang dengan China.
Jamie Raskin, petinggi Partai Demokrat di komite pengawasan DPR dan manajer DPR pada persidangan pemakzulan Trump yang kedua, mengatakan angka tersebut hanyalah "sebagian kecil" dari pengeluaran sebenarnya yang dikeluarkan oleh entitas asing di properti mantan presiden tersebut, dan hanya mencakup dua tahun pertama.
"Dengan meninggikan kepentingan keuangan pribadinya dan prioritas kebijakan negara-negara asing yang korup di atas kepentingan publik Amerika, mantan Presiden Trump melanggar perintah jelas konstitusi dan preseden hati-hati yang ditetapkan dan dipatuhi oleh setiap panglima tertinggi sebelumnya," tulisnya. Raskin.
"Memang benar bahwa US$7,8 juta hampir pasti hanya sebagian kecil dari perolehan dana negara asing yang melanggar hukum oleh Trump, namun angka ini sendiri merupakan sebuah skandal dan dorongan yang menentukan untuk mengambil tindakan," tambah Raskin.
James Comer, petinggi Partai Republik di komite pengawas dan pemimpin dalam penyelidikan pemakzulan Biden, mengatakan bahwa "tidak bisa dipungkiri" bahwa Partai Demokrat sedang menyelidiki Trump.
Seorang juru bicara Trump Organization, bisnis keluarga mantan presiden, mencatat bahwa bank China yang dikutip dalam laporan tersebut telah menandatangani sewa di Trump Tower di New York pada tahun 2008, delapan tahun sebelum Trump terpilih sebagai presiden.
"Narasinya tidak masuk akal, terutama mengingat tidak ada presiden dalam sejarah Amerika Serikat yang lebih keras terhadap Tiongkok selain Donald Trump," tambah juru bicara tersebut.
Trump tetap menjadi kandidat terdepan di tengah semakin menyusutnya jumlah anggota Partai Republik yang bersaing untuk mendapatkan nominasi presiden dari partai tersebut menjelang pemilihan umum pada bulan November.
(zlf/zlf)