Skema KPR Flat 35 jadi salah satu skema pembiayaan perumahan yang tengah dimatangkan oleh pemerintah untuk mempermudah masyarakat punya rumah.

Penyediaa skema KPR Flat 35 tahun yang dimaksud adalah pembiayaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dengan tenor panjang hingga 35 tahun dan besaran cicilan tetap alias flat sepanjang masa KPR

Direktur Jenderal (Dirjen) Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Herry Trisaputra Zuna mengatakan, kebijakan KPR Flat 35 bukan tanpa tantangan. Panjangnya tenor pembiayaan dan rendahnya bunga yang diterapkan dalam skema cicilan KPR Flat 35 bakal jadi tantangan tersendiri bagi lembaga penyedian KPR dalam hal ini bank.

Apa yang sedang dikaji pemerintah?

"Yang kami pelajari berarti selain membuat affordable (terjangkau) dengan memperpanjang tenor, tetapi juga tetap butuh ada subsidi dengan bentuk subsidi selisih bunga sehingga lebih terjangkau," tutur Herry saat berbincang dengan detikcom belum lama ini.

Ia melanjutkan, mempertimbangkan tenor atau jangka waktu cicilan yang panjang, maka subsidi selisih bunga yang diberikan jangan sampai membebani belanja negara dalam bentuk belanja subsidi dalam APBN.

"Yang kita modifikasi bersama Kementerian Keuangan dan yang lain-lain, subsidi bunga ini jangan belanja tapi harus dalam bentuk dana abadi," sambung Herry.

Terpisah, Corporate Secretary PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Primasari Setyaningrum mengatakan, untuk bisa menjamin ketersediaan dana yang cukup bagi lembaga pembiyaan KPR agar bisa menyediakan bunga tetap dalam jangka panjang seperti yang diterapkan di Jepang, maka diperlukan sekuritisasi.

Apa yang dimaksud sekuritisasi KPR dan bagaimana cara kerjanya?

Sebelum membahas sekuritisasi KPR, Primasari terlebih dahulu menjelaskan bagaimana cara kerja perbankan dalam proses menyediakan KPR.

Saat sebuah pembiayaan KPR disalurkan, bank akan menghabiskan dana senilai 1 unit rumah dengan masa pengembalian yang cukup lama.

Misal, bank menyalurkan KPR senilai Rp 150 juta dengan tenor 15 tahun. Maka, bank harus menyediakan dana Rp 150 juta dan baru akan kembali setelah 15 tahun kemudian. Bank baru bisa menyediakan pembiayaan dengan nilai Rp 150 setelah 15 tahun kemudian, atau saat nasabah melunasi cicilannya.

"Artinya kan uangnya bank tertahan. Kalau uangnya bank tertahan semua, dia nggak bisa menyalurkan KPR lagi," sambungnya.

Primasari menjelaskan, di sinilah peran sekuritisasi.

"Dengan sekuritisasi KPR, akan tersedia dana segar, sehingga perbankan bisa kembali menyediakan pembiayaan baru tanpa perlu menunggu pembiayaan sebelumnya dilunasi," jelas dia.

Sekuritisasi yang dilakukan bisa berupa penerbitan efek beragun aset (EBA) yakni sejenis surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal dengan dasar jaminan berupa aset.

"Penerbitan surat berharga ini lah yang disebut sebagai sekuritisasi," jelas dia.

Dalam konteks pembiayaan perumahan, aset yang jadi jaminan dalam sekuritisasi tersebut adalah KPR itu sendiri.

"Jadi nanti akan kita pilih, KPR yang memenuhi kriteria. Kita memiliki 32 kriteria yang harus dipenuhi. Stelah dipilih KPR yang memenuhi kriteria, ada kita dapat misalkan total nilainya ada Rp 1 triliun. Itu lah yang kita ubah jadi surat berharga untuk diterbitkan sebagai EBA. Hasil penerbitan Eba ini yang kemudian disalurkan lagi untuk menerbitkan KPR baru," ulas dia.