Dalam proses mengangsur cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), sering kali dijumpai pemilik rumah yang mengalami gagal bayar, kredit macet, hingga aset jaminan berupa rumah disita oleh pihak penyedia kredit, dalam hal ini bank.
Yang sering bikin penasaran, ke mana larinya rumah yang disita bank?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut ada baiknya kita memahami alasan mengapa rumah bisa disita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyebab Rumah Disita Bank
Melansir dari situs sikapiuangmu.ojk.go.id, Selasa (2/1/2024), agunan yang dijaminkan dapat disita apabila terjadi wanprestasi atau debitur tidak mampu memenuhi kewajiban.
Risiko ini dapat terjadi jika yang bersangkutan mengajukan kredit dengan agunan kepada bank, perusahaan pembiayaan, maupun pergadaian.
Perlu diketahui bahwa debitur memiliki kewajiban untuk membayar tagihan dan beritikad baik dalam proses pelunasan. Sementara itu, Debitur juga memiliki hak untuk mendapatkan surat peringatan dan pengumuman lelang dari Bank.
Bank wajib mengirimkan Surat Peringatan (SP) sebanyak 3 (tiga) kali dan debitur harus memberikan itikad baik terhadap proses pelunasan.
Barulah apabila debitur dinilai tidak memiliki itikad baik, maka agunan akan disita untuk pelunasan. Dalam hal ini bank akan memberikan opsi berupa debitur menjual sendiri agunannya atau melalui mekanisme lelang oleh Bank. Proses lelang dilakukan secara terbuka oleh Bank. Adapun mekanismenya mungkin berbeda untuk setiap lembaga.
Untuk menghindari risiko lelang, detikers perlu bijak dalam mengajukan utang dan melakukan pelunasan, pahami prosedur serta hak dan kewajiban yang berlaku. Jika memiliki kendala, yang bersangkutan dapat mengajukan keringanan dengan mengikuti prosedur yang ditetapkan.
Rumah Sitaan Wajib Dikosongkan
Berbeda dengan kendaraan atau harta bergerak lain yang dalam proses penyitaan berarti aset tersebut ditarik oleh bank secara fisik, rumah yang merupakan jenis aset tak bergerak harus dikosongkan oleh penghuninya.
Saat berbincang dengan detikcom, Selasa (16/9/2023) silam, Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia Andy Nugroho mengatakan, secara hukum pihak bank bisa memaksa pemilik lamanya untuk mengosongkan rumah yang telah disita bank.
Meski diakuinya, seringkali dijumpai pemilik rumah yang enggan mengosongkan rumah meski telah gagal bayar.
"Kadang ada pemilik lamanya tuh yang ngeyel, sudah tahu dia gagal bayar, tidak mampu membayar lagi, terus tahu bahwa rumahnya dilelang sama bank, namun karena mereka merasa 'saya belum punya tempat tinggal lainnya' mereka tetap ada di situ, istilahnya tarik ulurlah sama pemiliknya," kata Andy.
Rumah Sitaan Dilelang Bank
Rumah yang disita nantinya akan dilelang oleh pihak bank. Lelang dilakukan sebagai upaya bank untuk memulihkan keuangan mereka yang gagal dikembalikan oleh penerima kredit yang gagal bayar.
Sebagai konsekuensi dari upaya bank yang ingin secepat mungkin kembali memperoleh dana segar agar bisa kembali melakukan pembiayaan, bank umumnya melakukan lelang aset rumah dengan harga yang jauh lebih murah dari harga pasaran.
Rumah-rumah sitaan yang dilelang itu bisa dengan mudah ditemukan di situs-situs resmi rumah lelang yang disediakan masing-masing bank penyedia pembiayaan.
Misalnya saja situs lelang rumah yang disediakan BTN. Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu mengungkapkan, dulunya BTN memiliki katalog rumah-rumah NPL atau kredit macet secara manual. Namun kini, untuk meningkatkan transparansi BTN memiliki portal web atau aplikasi online bernama rumahmurahbtn.com yang sudah diluncurkan pada 9 Januari 2018 lalu.
Nixon memastikan rumah-rumah tersebut aman. Karena pada dasarnya BTN menjual rumah-rumah tersebut untuk mengurangi rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). Kondisinya juga bebas dari masalah hukum.
Cara Membeli Rumah Lelang
Setelah membuka website rumahmurahbtn.com, pengunjung bisa mencari lokasi rumah dengan memilih provinsi serta kabupaten atau kota. Kemudian akan muncul harga rumah mulai dari di bawah Rp 100 juta hingga Rp 1 miliar.
Kemudian jika sudah selesai, akan muncul pilihan rumah yang dicari. Setelah yakin, barulah klik rumah dan muncul spesifikasi sepertu luas tanah dan bangunan hingga tahun dan nomor kontak PIC cabang.
Kedua, setelah mendapatkan rumah dengan spesifikasi yang diinginkan, segera hubungi kontak yang tertera. Kemudian pengunjung akan dibimbing untuk melengkapi persyaratan apa saja yang harus disiapkan.
Ketiga, pengunjung akan diminta untuk membayarkan down payment (DP) atau uang muka sebesar 30% dari lelang. Sebenarnya cara ini sama dengan pembelian rumah pada umumnya, di mana sertifikat rumah dipegang oleh bank dan diserahkan saat pelunasan.
Di sini, calon pembeli mendaftarkan diri melalui situs Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) setelah itu menyetor uang jaminan sebesar kurang lebih 30% dari harga limit yang ditetapkan.
Keempat, setelah dinyatakan menang oleh pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) maka pembeli akan melakukan pelunasan sisa pembayaran kemudian diterbitkan risalah lelang dari KPKNL. Risalah lelang ini nantinya menjadi dasar bagi pemenang lelang untuk pengambilan sertifikat di BTN juga untuk balik nama di Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
(dna/dna)