Berbagai kasus perumahan kerap terjadi karena adanya pengembang nakal. Hal ini tentunya sangat merugikan pembeli rumah.
Beberapa contohnya seperti perumahan berkedok syariah, sudah beli rumah secara KPR tetapi tidak dapat sertifikat tanah, dan lainnya. Terkait hal tersebut, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Adi Setianto menyebutkan, pihaknya memiliki platform bernama Tapera Mobile untuk memitigasi terdaftarnya pengembang nakal.
"Terkait sama pengembang-pengembang nakal, kita ada platform namanya Tapera Mobile yang sedang kita develop untuk yang fase 2-nya Tapera Digital Services," kata Adi dalam acara Peran Strategis BP Tapera dalam Ekosistem Perumahan Indonesia yang disiarkan secara online, Selasa (12/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan platform itu akan mengajak pengembang kalau ingin menjadi pemasok perumahan untuk MBR harus bekerja sama dengan kami melalui aplikasi Tapera Mobile itu, jadi semua pengembang akan ter-listing di situ. Nah manfaatnya apa? Dari peserta kita bisa memilih rumah-rumah yang dibangun pengembang," lanjutnya.
Ia menjelaskan, cara mengontrol agar pengembang tidak melakukan kecurangan terhadap konsumen adalah dengan meminta konsumen memberikan rating pada pengembang. Apabila rating pengembang jelek dan tidak melakukan perbaikan, nantinya konsumen bisa saja tidak membeli rumah dari pengembang tersebut.
"Gimana kontrolnya? Jadi dari peserta kita yang melakukan rating dengan kualitas bangunan yang dikembangkan oleh pengembang. Kalau ratingnya jelek, kita kasih catatan 'tolong kalau tidak diperbaiki ke depannya, mohon maaf tidak bisa menjadi partner kita dalam penyediaan perumahan'," paparnya.
Ia berharap dengan cara seperti itu, bisa terbentuk mekanisme kontrol sosial oleh para peserta BP Tapera terhadap pengembang. Dengan adanya kontrol sosial seperti itu, diharapkan para pengembang nakal akan dijauhi oleh para konsumen.
Ia menambahkan, untuk site plan rumah yang dijual, pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk memastikan lokasi yang digunakan sesuai dengan perizinannya. Tak hanya itu, BP Tapera juga bekerja sama dengan pihak bank dalam penyediaan rumah subsidi.
"Ada satu hal lagi, itu bank harus memastikan sebelum akad rumahnya itu sudah jadi, dan kita cek. Jadi kalau (rumah) belum jadi tapi sudah akad konsekuensinya dana yang disalurkan melalui bank kita tidak akan diberikan," ujar Adi.
"Terkait dengan site plan dan lain-lain, kita kerja sama dengan ATR/BPN. Jadi kita pastikan pengembang yang bekerja sama dengan kita, itu kita bisa mengecek lokasinya, perizinannya itu kita dibantu dengan teman-teman ATR/BPN. Jadi diharapkan dengan seperti itu, kasus-kasus yang dulu banyak terjadi bisa dimitigasi," sambungnya.
Di sisi lain, Ketua Umum APERSI, Junaidi Abdillah menyebutkan banyak pengembang nakal itu tidak terdaftar dalam asosiasi pengembang, misalnya pengembang berkedok syariah dan pengembang menengah ke atas. Maka dari itu, ia mengusulkan bagi pengembang nakal bisa masuk ke dalam daftar hitam atau di-blacklist. Adapun, salah satu hal yang sudah pihaknya lakukan jika terdapat pengembang nakal adalah melakukan pembinaan hingga menghapusnya dari registrasi daftar anggota.
"Usul saya nanti di kementerian atau di manapun untuk menghindari pengembang nakal setiap pengembang harus masuk asosiasi. Tugas asosiasi juga sudah diberikan oleh kementerian untuk melakukan pembinaan," tuturnya.
(abr/zlf)