Di sela-sela aktivitas menggarap Proyek Pasar Senen dan Ancol, Ir Ciputra menemani seorang kawan yang membeli tanah di Kelurahan Bintaro. Sekilas ia menatap lahan mahaluas dengan pepohonan rindang dan rumah-rumah penduduk yang bertebaran tapi tak padat. Di atas peta kawasan tersebut kala itu masuk dalam Provinsi Jawa Barat.
Ciputra yang terlahir dengan nama Tjie Tjin Hoan menghela napas.
"Jika saya bisa memiliki ribuan hektare tanah yang ada ...bukan main. Kota satelit yang diimpikan bisa saya bangun," ia membatin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arsitek lulusan ITB itu membayangkan memasuki dekade 1980-an, Jakarta akan penuh sesak. Karena itu harus disiapkan kota satelit di pinggiran Jakarta. Kota yang menempel di tepi tubuh Jakarta yang akan menopang ibukota memeluk seluruh warganya.
Setiap kali lelaki kelahiran Parigi, Sulawesi Tengah 24 Agustus 1931 itu melontarkan gagasan tersebut, biasa disambut cemooh dan tertawaan yang mendengarnya. Tak kecuali seorang pejabat Pemda DKI Jakarta.
![]() |
"Sok tahu kau! Mana mungkin ada kota satelit di pinggiran Jakarta," tepis si pejabat seperti dikisahkan Ciputra dalam biografinya, 'The Entrepreneur, Passion of My Life' karya Alberthiene Endah, 2018.
Ciputra berkeras. Terpikat dengan lahan kosong yang dilihatnya di Bintaro sekaligus untuk mewujudkan mimpinya, dia bersama Ismail Sofyan dan Budi Brasali (dua sahabatnya semasa kuliah di ITB) mulai mencicil membeli tanah lewat bendera Metropolitan Development. Mereka juga mengundang Grup Obayashi dari Jepang untuk ikut mengucurkan dana.
"Akhirnya kami bisa membeli ratusan hektar tanah di Bintaro," kata Ciputra.
Sayang, di tengah jalan Obayashi terlilit persoalan di negara asalnya. Untuk menyiasati hal itu, Ciputra terpaksa menjual saham Obayasahi ke PT Jaya. Deal. Pada 1980, Ciputra cs pun mulai membangun Bintaro secara bertahap di bawah bendera PT Jaya Real Property. Setiap ada kucuran dana, mereka segera menambah lahan baru. Dari ratusan hektar, pelan-pelan masuk ke hitungan ribu.
"Saya mengerahkan segenap jiwa selama menggarap Bintaro Jaya. Saya bertekad menjadikan tanah ini menjadi kawasan hunian yang tak pernah dikenal perwajahannya di Indonesia," tutur Ciputra.
Kini, di usia lebih dari empat dekade, Bintaro sudah menjelma menjadi kawasan hunian kelas menengah atas dengan lansekap yang sangat tertata dan memiliki fasilitas lengkap. Total di lahan seluas 2.000 hektar kini sudah ada kawasan bisnis, kuliner, pendidikan, fasilitas olahraga dan hiburan.
Kelengkapan seperti itulah yang mendorong banyak warga Jakarta memilih hijrah ke Bintaro, seperti Poernomo Gontha Ridho. Sejak 2007, pegawai swasta di Jakarta itu, hijrah dari Kebayoran ke Sektor 5 Bintaro. Alasannya, selain banyak kerabat yang lebih dulu tinggal di Bintaro, fasilitas yang lengkap dan akses transportasi umum yang mudah menjadi daya tarik tersendiri. "Selain dua akses tol, sekarang sudah ada feeder MRT, TransJakarta langsung ke Blok M," kata Edo kepada detikproperti, Senin (23/10/2023).
(jat/zlf)