Sejumlah perusahaan raksasa properti China kini tengah menghadapi masalah utang. Utangnya pun tidak tanggung-tanggung, ada yang mencapai ribuan triliun Rupiah!
Penyebab bangkrutnya raksasa properti China adalah karena gagal bayar alias default. Hal ini tentunya membuat para investor khawatir akan nasib ke depannya.
detikcom sudah merangkum deretan raksasa properti China yang mulai tumbang beserta utang-utangnya. Berikut daftarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Evergrande
Evergrande merupakan salah satu perusahaan properti terbesar di China. Perusahaan ini memiliki 800 proyek di seluruh provinsi China.
Gagal bayar ini terjadi sejak akhir 2021 dan memicu serangkaian default di pembangunan lain. Hal ini mengakibatkan ribuan rumah mangkrak di seluruh China. Diketahui, raksasa properti ini memiliki kewajiban membayar utang sebesar US$ 330 miliar atau sekitar Rp 4.950 triliun (kurs Rp 15.000/dolar AS).
Pada Juli 2023, Evergrande membukukan kerugian gabungan sebesar US$ 81 miliar untuk tahun 2021 dan 2022, memicu kekhawatiran investor tentang kelangsungan rencana restrukturisasi utang yang diusulkannya pada bulan Maret.
Pada hari Senin (14/8), unit kendaraan listriknya China Evergrande New Energy Vehicle Group (0708.HK) mengumumkan restrukturisasi yang diusulkannya sendiri. Kerugian gabungan Evergrande NEV tahun 2021 dan 2022 hampir $10 miliar.
Setelah gagal bayar obligasi dolarnya pada akhir tahun 2021, Evergrande sedang dalam proses meminta persetujuan para kreditor atas proposalnya untuk merestrukturisasi utang luar negeri senilai US$ 31,7 miliar, yang mencakup obligasi, jaminan, dan kewajiban pembelian kembali.
Adapun, dikutip dari Reuters, Evergrande mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 15 ke Pengadilan New York Amerika Serikat. Perusahaan juga mengajukan permohonan perlindungan kebangkrutan dan restrukturisasi utang-utangnya.
Soal Evergrande, pada beberapa waktu lalu Presiden Jokowi pernah mengingatkan pengembang perumahan di Indonesia agar berhati-hati saat berbisnis. Dia tak ingin apa yang terjadi pada Evegrande ini dialami oleh dialami oleh pengembang lain, khususnya di Indonesia. Pada kurs 2021, utang Evergrande diperkirakan mencapai Rp 4.400 triliun (US$ 300 miliar).
"Kalau kita tahu, tidak semua sektor properti negara lain bisa bertahan karena COVID maupun ekonominya. Kita tahu di RRT ada perusahaan properti besar yang ambruk yang utangnya ngalahin APBN kita, sampai Rp 4.400 triliun. Utangnya 4.400 triliun rupiah. Sekali lagi lagi hati-hati mengenai ini, semuanya harus dikendalikan. Berapa backlog kita, jangan cuma bangun," tutur Jokowi dalam acara Munas Realestat Indonesia (REI) di Hotel Sheraton, Gandaria, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2023).
2. Country Garden
Belum selesai soal Evergrande, raksasa properti China lainnya, Country Garden juga mengalami gagal bayar utang. Country Garden, yang kini dilanda utang senilai US$ 194 miliar atau setara Rp 2.895 triliun pada akhir Juni, tidak berubah dari akhir tahun 2022, berdasarkan laporan keuangan semester pertama.
Per September 2023, perusahaan ini menghadapi utang senilai 108,7 miliar yuan atau US$ 14,9 miliar atau setara Rp 223,5 triliun yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 bulan, sementara tingkat kasnya sekitar 101,1 miliar yuan.
Kabar terbaru, dikutip dari CNBC (16/10/2023), Country Garden diketahui gagal membayar salah satu utang mereka yang diterbitkan dalam dolar AS sebesar US$ 60 juta atau setara dengan Rp 944 miliar (estimasi kurs Rp 15.726/dolar AS).
Hal ini bisa menimbulkan risiko para kreditur menuntut pembayaran utang lebih cepat dari yang sudah dijadwalkan. Selain itu, mereka juga bisa saja menempuh jalur hukum untuk memastikan utang tersebut dibayarkan.
Padahal pada awal September, perusahaan ini nyaris terhindar dari gagal bayar setelah berhasil membayar kupon obligasi sebesar US$ 22,5 juta atau setara dengan Rp 354 miliar. Para kreditur memilih untuk memperpanjang jangka waktu pembayaran utang enam obligasi dalam negeri selama tiga tahun. Ini adalah langkah yang mengindikasikan bahwa perusahaan sedang berada pada posisi yang rapuh dalam menghadapi masalah utang.
Selain masalah pembayaran utang, Country Garden juga mencatat penurunan yang signifikan dalam penjualan kontraknya. Untuk bulan September, penjualan tersebut mencapai 6,17 miliar yuan atau sekitar US$ 846 juta atau setara dengan Rp 13,3 triliun. Ini merupakan penurunan sebesar 80,7% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ini mengindikasikan bahwa ketidakpastian dalam posisi likuiditas dan penjualan aset mungkin akan berlanjut dalam jangka pendek dan menengah ke depannya.
3. Kaisa Group
Setelah dua raksasa properti terseok-seok, korban selanjutnya adalah Kaisa Group. Kaisa Group juga kini tengah kesulitan membayar utangnya. Sebenarnya, Kaisa sudah mengajukan restrukturisasi utang pada kreditornya sejak bertahun-tahun lalu. Kabar terbarunya, Kaisa menegaskan kepada kreditor bahwa mereka hanya akan mendapatkan 5% uang mereka kembali bila perusahaan terpaksa harus dilikuidasi.
Dikutip dari Reuters, Minggu (15/10/2023), hal itu dikatakan oleh salah satu pengacara kreditor yang menuntut perusahaan di pengadilan Hong Kong pada Selasa pekan lalu.
Broad Peak Investment mengajukan petisi penutupan terhadap Kaisa pada bulan Juli di Pengadilan Tinggi Hong Kong sehubungan dengan tidak dibayarnya surat utang dalam negeri senilai 170 juta yuan (US$ 23,28 juta). Nilai ini setara Rp 359,6 miliar (kurs: Rp 15.500/Dolar AS).
Pada sidang hari Selasa, pengacara James Wood, mewakili pemohon, mengutip pernyataan yang diajukan Kaisa ke pengadilan, mengatakan tingkat pemulihan akan kurang dari 5% dalam skenario likuidasi, rasio kas terhadap utang jangka pendek adalah 0,02 dan bahwa itu adalah arus kas yang bangkrut.
Kaisa telah mengajukan permohonan untuk membatalkan petisi tersebut, dan pengacaranya berpendapat di pengadilan bahwa kontrak obligasi tersebut berada di bawah hukum daratan China dan Broad Peak tidak memiliki wewenang untuk memulai prosedur penutupan di Hong Kong. Sebagai informasi, Hong Kong adalah wilayah administratif khusus China tetapi memiliki sistem hukumnya sendiri.
Hakim Linda Chan memberikan waktu 28 hari untuk mengumpulkan bukti baru. Dia juga meminta Kaisa untuk mengumpulkan informasi baru terkait proses restrukturisasi pada persidangan selanjutnya.
Kaisa memiliki US$ 12 miliar utang luar negeri dan menjadi yang tertinggi setelah Evergrande. Sementara total utang yang dimiliki Kaisa adalah US$ 31,9 miliar (Rp 494 triliun) tercatat pada akhir Juni, termasuk pinjaman US$ 18,8 miliar.
(abr/zul)