Krisis utang di China menghantam para pengembang properti. Setelah dua raksasa properti Evergrande dan Country Garden terseok-seok, kini korban selanjutnya adalah Kaisa.
Kaisa Group juga kini tengah kesulitan membayar utangnya. Sebenarnya, Kaisa sudah mengajukan restrukturisasi utang pada kreditornya sejak bertahun-tahun lalu. Kabar terbarunya kini, Kaisa menegaskan kepada kreditor bahwa mereka hanya akan mendapatkan 5% uang mereka kembali bila perusahaan terpaksa harus dilikuidasi.
Dikutip dari Reuters, Minggu (15/10/2023), hal itu dikatakan oleh salah satu pengacara kreditor yang menuntut perusahaan di pengadilan Hong Kong pada Selasa pekan lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Broad Peak Investment mengajukan petisi penutupan terhadap Kaisa pada bulan Juli di Pengadilan Tinggi Hong Kong sehubungan dengan tidak dibayarnya surat utang dalam negeri senilai 170 juta yuan (US$ 23,28 juta). Nilai ini setara Rp 359,6 miliar (kurs: Rp 15.500/Dolar AS).
Banyak pengembang China lainnya juga menghadapi petisi penutupan yang diajukan setelah sektor ini terjerumus ke dalam krisis utang pada tahun 2021, yang mengakibatkan banyak perusahaan gagal memenuhi kewajiban utang mereka. Sejauh ini hanya beberapa yang diperintahkan untuk mengakhiri kasus tersebut oleh pengadilan luar negeri.
Sebagai pengembang properti China pertama yang gagal membayar obligasi dolar pada tahun 2015 dan menjalani restrukturisasi, Kaisa yang berbasis di Shenzhen juga merupakan salah satu pengembang pertama yang mengalami gagal bayar dalam krisis utang sektor properti terbaru, yang sangat membebani perekonomian China.
Pada sidang hari Selasa, pengacara James Wood, mewakili pemohon, mengutip pernyataan yang diajukan Kaisa ke pengadilan, mengatakan tingkat pemulihan akan kurang dari 5% dalam skenario likuidasi, rasio kas terhadap utang jangka pendek adalah 0,02 dan bahwa itu adalah arus kas yang bangkrut.
Kaisa telah mengajukan permohonan untuk membatalkan petisi tersebut, dan pengacaranya berpendapat di pengadilan bahwa kontrak obligasi tersebut berada di bawah hukum China daratan dan Broad Peak tidak memiliki wewenang untuk memulai prosedur penutupan di Hong Kong. Hong Kong adalah wilayah administratif khusus China tetapi memiliki sistem hukumnya sendiri.
Hakim Linda Chan memberikan waktu 28 hari untuk mengumpulkan bukti baru. Dia juga meminta Kaisa untuk mengumpulkan informasi baru terkait proses restrukturisasi pada persidangan selanjutnya.
Kaisa memiliki US$ 12 miliar utang luar negeri dan menjadi yang tertinggi setelah Evergrande. Sementara total utang yang dimiliki Kaisa adalah US$ 31,9 miliar (Rp 494 triliun) tercatat pada akhir Juni, termasuk pinjaman US$ 18,8 miliar.
(zlf/zlf)