Pasar Tanah Abang belakangan menjadi sorotan karena persoalan yang berkaitan dengan TikTok Shop. Para pedagang di Tanah Abang mengeluh jualannya sepi imbas adanya TikTok Shop.
Dulu, Pasar Tanah Abang tak pernah sepi. Pasar ini menjadi tujuan wisata belanja tekstil, tak hanya bagi warga Jakarta, tapi warga dari berbagai daerah pun hampir selalu menyempatkan mampir.
Hari-hari pedagang di sana pun selalu sibuk. Tak hanya di dalam gedung pasar saja, kesibukan juga selalu nampak di luar. Siap-siap kendaraan yang lewat kawasan ini merasakan macetnya. Namun belakangan, macet kian berkurang karena pemprov DKI Jakarta sempat menertibkan pedagang di luar pasar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jauh terbang ke zaman dahulu, Pasar Tanah Abang pun sudah ramai. Dikutip dari jurnal Tanah Abang Sebagai Cagar Budaya yang ditulis Muhammad Akmal Ashari, mahasiswa Jurusan Sejarah Universitas Dipenogoro, yang mengutip buku '250 Tahun Pasar Tanah Abang', Pasar Tanah Abang merupakan salah satu objek sejarah di Indonesia.
Nama Tanah Abang mulai disebut-sebut pada pertengahan abad ke-17, sehingga banyak orang memperkirakan nama itu berasal dari tentara Mataram yang menyerang VOC pada 1628. Tentara Mataram, seperti dituliskan dalam sejarah, tidak hanya melancarkan serangan dari arah lautan, namun juga mengepung kota dari arah selatan.
Tentara Mataram menggunakan Tanah Abang sebagai pangkalan perang mereka, karena konturnya yang berbukit-bukit dengan genangan rawa-rawa di sekitarnya, yang mengalir ke Kali Krukut. Kawasan itu bertanah merah, atau "abang" dalam bahasa Jawa. Kemudian muncullah anggapan, dari sana nama itu muncul.
Pada 1740, terjadi Peristiwa Chineezenmoord, di mana VOC melakukan pembantaian terhadap etnis China di Batavia. Mereka juga melakukan perusakan harta benda, termasuk Pasar Tanah Abang diporak-porandakan dan dibakar.
Pada tahun 1881, Pasar Tanah Abang kembali dibangun dan yang tadinya dibuka pada hari Sabtu, ditambah hari Rabu, sehingga Pasar Tanah Abang dibuka 2 kali seminggu.
Arsitektur Tanah Abang dulu tak semegah sekarang. Bangunan pasar awal mulanya sangat sederhana, hanya terdiri dari dinding bambu dan atap rumbia sebanyak 229 papan dan 139 petak bambu.
Kemudian pada akhir abad 19, Tanah Abang terus mengalami perbaikan. Bagian lantainya kala itu mulai dikeraskan dengan pondasi adukan. Pada 1913, renovasi kembali dilakukan.
Pada tahun 1926 pemerintah Batavia membongkar Pasar Tanah Abang dan diganti bangunan permanen berupa tiga los panjang dari tembok dan papan serta beratap genteng, dengan kantor pasarnya berada di atas bangunan pasar mirip kandang burung. Pelataran parkir di depan pasar menjadi tempat parkir kuda-kuda penarik delman dan gerobak. Di situ tersedia kobakan air yang cukup besar, dan di seberang jalan ada toko yang khusus menjual dedak makanan kuda. Beberapa puluh meter dari toko dedak ada sebuah gang yang dikenal sebagai Gang Madat, tempat lokalisasi para pemadat. Pada zaman pendudukan Jepang, pasar ini hampir tidak berfungsi, dan menjadi tempat para gelandangan.
Pasar Tanah Abang semakin berkembang setelah dibangunnya Stasiun Tanah Abang. Di tempat tersebut mulai dibangun tempat-tempat seperti Masjid Al Makmur dan Klenteng Hok Tek Tjen Sien yang keduanya seusia dengan Pasar Tanah Abang. Pada tahun 1973, Pasar Tanah Abang diremajakan, diganti dengan 4 bangunan berlantai empat, dan sudah mengalami dua kali kebakaran, pertama tanggal 30 Desember 1978, Blok A di lantai tiga dan kedua menimpa Blok B tanggal 13 Agustus 1979. Pada tahun 1975 tercatat kiosnya ada 4.351 buah dengan 3.016 pedagang.
Setelah terjadi kebakaran pada tahun 2003, hampir seluruh kios-kios di pasar Tanah-abang hangus terbakar. Sisa bangunan yang masih berdiri tinggal Blok B, C dan D, sedangkan blok A sudah tidak layak pakai lagi langsung dirobohkan. Kemudian setahun kemudian menyusul Blok B, C, dan D yang pondasinya juga sudah tidak kuat lagi juga di robohkan. Di tempat inilah mulai didirikan Blok A yang selesai pada tahun 2005, dan Blok B yang selesai akhir tahun ini 2010.
(zlf/zlf)