Pihak Pontjo Sutowo lewat perusahaannya PT Indobuildco masih mempertahankan pengelolaan Hotel Sultan. Bukan tanpa alasan, sikap ini diambil.
Setidaknya, ada dua alasan utama mengapa pengosongan tak dilakukan meski sudah diberi batas waktu hingga penghujung 29 September 2023.
Objek Pengosongan Hotel Sultan Tidak Jelas
Alsan pertama adalah lantaran hingga saat ini belum ada kejelasan perihal maksud kata pengosongan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apakah pengosongan gedung dan menyerahkan pengelolaan Hotel Sultan atau pengosongan lahan dengan menghancurkan gedung yang berdiri di lahan yang diklaim milik Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) yang ditegaskan lewat Hak Pengelolaan (HPL)?
"Jadi apa yang mau dikosongkan?" kata Kuasa Hukum PT Indobuildco Yosef Benediktus Badeoda dalam pernyataan resminya, Minggu (1/10/2023).
Tak Ada Putusan Pengadilan untuk Pengosongan Hotel Sultan
Sebelumnya, ia juga sempat menegaskan bahwa tak ada putusan pengadilan yang dipandang Yosef sebagai dasar hukum yang sah untuk mengeluarkan perintah pengosongan.
"Tidak pernah ada perintah pengadilan untuk mengosongkan lahan eks HGB 26/27. Sesuai due process of law," tutur dia saat dihubungi detikcom via sambungan telpon, Jumat (29/9/2023).
Perintah pengadilan, lanjut dia, harusnya memenuhi beberapa tahap tertentu dan harus melalui pemanggilang dua belah pihak. Selanjutnya, harus ada perintah pengadilan untuk penyerahan aset secara sukarela atau disebut dengan istilah anmaning.
"Pengadilan akan memanggil para pihak untuk menjalankan putusan secara sukarela (anmaning). Bila para pihak menolak maka pengadilan akan membuat penetapan eksekusi berdasarkan putusan yang ada. Sejauh ini tidak ada panggilan anmaning dari pengadilan dan tidak ada penetapan eksekusi dari pengadilan," sambung pria yang akrab disapa Yoda itu.
Terakhir, dia juga menegaskan bahwa tak ada perintah pengadilan berkaitan dengan pengosongan. Apalagi disebutkan ada tanggal jatuh tempo pengosongan yang disebut jatuh pada hari ini.
"Penetapan eksekusi dari pengadilan juga dibuat berdasarkan adanya putusan pengadilan yang executable artinya ada diktum putusan yang memerintahkan PTI untuk mengosongkan lahan HGB 26/27. Faktanya tidak ada putusan pengadilan yang berisikan perintah untuk mengosongkan lahan HGB 26/27," imbuh dia.
Tegaskan Tak Akan Kosongkan Hotel Sultan
Dengan dua alasan di atas, Yoda menegaskan bahwa kliennya tidak akan melakukan pengosongan.
"PT Indobuildco tidak akan mengosongkan lahan," tegas Yoda lagi.
Sebelumnya, pemerintah meminta PT Indobuildco segera mengosongkan Hotel Sultan karena masa berlaku Hak Guna Bangunan (HGB) telah habis pada Maret-April 2023. Mereka juga diminta melunasi pajak royalti Hotel Sultan sejak 2007 senilai kurang lebih Rp 600 miliar berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Yosef menyebut selama ini tidak ada perjanjian apapun terkait royalti, termasuk besaran dan tagihannya. Ia pun mempertanyakan dari mana dasarnya besaran tunggakan tersebut.
"Tidak ada perjanjian apapun soal royalti dan besarnya royalti dan tidak pernah ada invoice tagihan royalti. Jadi dari mana Setneg menyatakan ada utang royalti? Dasarnya apa dan bagaimana hitungannya?" kata Yosef.
Dia menjelaskan PT Indobuildco pernah membayar pajak royalti sampai 2006 karena adanya putusan pengadilan. Setelahnya pembayaran tidak dilanjutkan karena terkait perjanjian HGB No.26/Gelora dan No.27/Gelora berada di atas HPL No. 1/Gelora sebagai Barang Milik Negara pada Sekretariat Negara (Setneg).
"(Hotel Sultan) tidak berdiri di atas HPL No. 1/Gelora. Sebaliknya, HPL No. 1 terbit di atas HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora," tutur Yosef.
Di sisi lain, ia mengingatkan adanya kesalahan jika uang royalti dibayarkan Hotel Sultan tanpa adanya dasar yang jelas.
"Pihak Setneg yang menerima uang royalti tanpa adanya dasar perjanjian dapat dianggap sebagai gratifikasi," tuturnya.
(dna/dna)