Atap asbes masih banyak digunakan di Indonesia meskipun terbukti berbahaya bagi kesehatan, karena salah satu dampaknya dapat memicu kanker paru-paru. Risiko kesehatan ini sangat tinggi, terutama bagi para pekerja di pabrik asbes itu sendiri. Salah satunya adalah Tuniyah, mantan pekerja pabrik asbes yang sekarang mengidap asbestosis.
Atun, nama panggilannya, telah bekerja di pabrik asbes selama 20 tahun. Ia mengaku mulai mengalami gejala batuk-batuk pertama kali pada tahun 2011. Selang satu tahun setelahnya, batuk-batuknya tidak kunjung sembuh sehingga mengharuskannya untuk mengecek ke dokter dan akhirnya didiagnosis mengidap asbestosis.
"Tahun 2012 (kondisi saya) mulai parah, berbulan-bulan batuk nggak sembuh. Saya minta dirujuk ke penyakit dalam. Kemudian, dicek di lab, dirontgen. (Hasilnya) positif kena penyakit paru-paru, tapi awalnya mereka tidak bilang (penyakit) paru itu asbestosis," ungkap Atun kepada DW Indonesia, dikutip detikcom, Senin (18/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir situs resmi American Lung Association, Senin (18/9/2023), asbestosis merupakan kondisi paru-parus kronis yang disebabkan oleh paparan konsentrasi tinggi serat asbes di udara dalam waktu lama. Dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh asbes memang tidak langsung dapat dirasakan, biasanya baru terdeteksi setelah 15 hingga 30 tahun terpapar.
"Asbes itu baru berdampak kalau dia pecah, seratnya lepas. Kalau dia masih nempel, di atap misalnya, dan atapnya nempel, tidak masalah. Tapi yang menjadi masalah ketika dia robek, kemudian seratnya lepas di udara, kita terhirup," papar dr. Anna Suraya, Pakar Kesehatan dan Keselamatan Kerja, kepada DW Indonesia, dikutip detikcom, Senin (18/9/2023).
Minimnya fasilitas yang diberikan dapat dikatakan menjadi faktor utama penyebab meningkatkan risiko kesehatan di pabrik tempat Atun bekerja.
"Sebenarnya masker, baju dikasih, seragam, tapi lama-lama mahal juga. (Jadi diganti) pakai kain biasa yang tipis, jadi masih nembus," papar Atun.
Akibat mengidap asbestosis, Atun harus merelakan pekerjaannya tersebut. Ia mengaku mendapatkan kompensasi sebesar Rp 32 juta setelah 20 tahun bekerja di pabrik asbes tersebut.
Atun juga memaparkan bahwa rekan-rekan kerjanya juga mengalami hal serupa. Beberapa rekannya diketahui mengalami batuk-batuk, bahkan ada juga yang meninggal dunia.
"Tapi, sebetulnya banyak juga yang kena. Kadang-kadang sakit batuk-batuk. Banyak juga yang udah enggak ada, teman-teman yang di bawah saya umurnya banyak yang sudah meninggal," pungkas Atun.
Buat detikers yang punya permasalahan seputar rumah, tanah atau properti lain, tim detikProperti bisa bantu cari solusinya. Kirim pertanyaan kamu vie email ke redaksi@detikproperti.com dengan subject 'Tanya detikProperti', nanti pertanyaan akan dijawab oleh pakar.
(zlf/zlf)