Keindahan alam dan kekayaan budaya Bali menjadikannya sebagai destinasi wisata di Indonesia yang mendunia. Meski begitu, berbeda dari kota-kota besar di Indonesia, Bali justru tidak memiliki gedung pencakar langit. Kenapa?
Salah satu alasan di balik tidak adanya gedung pencakar langit di Bali adalah aturan resmi mengenai tinggi bangunan. Bali merupakan satu-satunya provinsi yang memiliki aturan resmi tentang tinggi bangunan, yaitu maksimal 15 meter atau setara dengan 4 lantai atau setinggi pohon kelapa.
Melansir perkim.id, Selasa (12/9/2023), hal ini diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pasal 95 ayat 2 (b) diterangkan bahwa ketinggian bangunan yang memanfaatkan ruang udara di atas bumi dibatasi maksimum 15 (lima belas) meter, kecuali bangunan umum dan bangunan khusus yang memerlukan persyaratan ketinggian lebih dari 15 (lima belas) meter, seperti: menara pemancar, tiang listrik tegangan tinggi, mercusuar, menara-menara bangunan keagamaan, bangunan-bangunan untuk keselamatan penerbangan, bangunan pertahanan keamanan, dan bangunan khusus untuk kepentingan keselamatan dan keamanan umum lainnya berdasarkan pengkajian dengan memperhatikan keamanan, kenyamanan, dan keserasian terhadap lingkungan sekitarnya, serta dikoordinasikan dengan instansi terkait.
Selain karena adanya Perda tersebut, larangan membangun gedung melebihi tinggi pohon kelapa ini juga bertujuan untuk membatasi jumlah penduduk Bali. Pesona alam dan budaya Bali yang kaya dikhawatirkan akan menarik wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, menetap di sana. Oleh karena itu, larangan ini diharapkan dapat menekan ketersediaan tempat tinggal bagi wisatawan tersebut.
Larangan membangun gedung melebihi pohon kelapa ini juga merupakan bentuk upaya melestarikan lingkungan. Bangunan yang tinggi akan menjadi beban bagi tanah tempatnya dibangun. Pembangunan gedung tinggi juga dapat merusak tanah akibat mengalami pengerukan.
Melansir balikit.com, Selasa (12/9/2023), aturan ini juga didasari oleh Agama Hindu sebagai agama mayoritas di Bali. Masyarakat Bali percaya bahwa para dewa bersemayam di gunung-gunung, terutama di puncak tertinggi di pulau ini, Gunung Agung. Sebagai tanda penghormatan dan pengabdian, mereka tidak membangun bangunan yang lebih tinggi dari pohon kelapa di pulau ini, untuk memastikan bahwa bangunan mereka tidak bersaing dengan ketinggian gunung yang sakral.
Selain itu, terdapat pula konsep Tri Hita Karana yang menekankan keharmonisan antara manusia, alam, dan dunia spiritual. Dengan menjaga keseimbangan di antara ketiganya, keharmonisan dalam hidup akan tercipta.
Menurut konsep Tri Hita Karana, bangunan dirancang untuk berdiri berdampingan dengan lingkungan alam, bukan saling mendominasi. Oleh karena itu, menjaga bangunan tetap rendah dapat menjaga estetika pulau dan memungkinkan masyarakat Bali hidup selaras dengan lanskap sekitarnya, yang meliputi pegunungan, hutan, dan sawah.
Buat detikers yang punya permasalahan seputar rumah, tanah atau properti lain, tim detikProperti bisa bantu cari solusinya. Kirim pertanyaan kamu vie email ke redaksi@detikproperti.com dengan subject 'Tanya detikProperti', nanti pertanyaan akan dijawab oleh pakar.
(zlf/zlf)