.webp)
Memangkas bunga kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi salah satu cara China untuk meningkatkan belanja masyarakat. Namun, hal itu tidaklah cukup.
Minggu lalu, China menyebutkan akan memangkas suku bunga KPR yang ada dan melonggarkan peraturan bagi pembeli rumah pertama di kota-kota besar. Menurut bank sentral dan regulator keuangan, hal itu merupakan langkah yang kondusif untuk meningkatkan konsumsi masyarakat.
Namun, untuk mencegah margin keuntungan semakin menyusut, bank-bank milik negara juga telah menurunkan suku bunga deposito sebesar 10-25 basis poin. Adapun, suku bunga KPR untuk rumah pertama sekitar 4%, sementara suku bunga deposito tetap satu tahun sekitar 1,5%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini lebih seperti redistribusi pendapatan. Dampaknya 'terbatas' terhadap konsumsi (masyarakat)," kata Kepala Ekonom China di Nomura, Ting Lu, dikutip dari Reuters, Sabtu (9/9/2023).
Para analis di Nomura memperkirakan dengan penurunan suku bunga KPR, peminjam dapat menghemat 200-300 miliar yuan per tahun atau sekitar Rp 419-628,5 triliun (kurs Rp 2.095). Namun mereka juga memperingatkan bahwa penurunan suku bunga sebesar 15 basis poin pada simpanan rumah tangga China sebesar 131,4 triliun yuan akan mengurangi pendapatan bunga sebesar 197 miliar yuan per tahun.
Upaya menstabilkan pasar properti di negara yang 70% kekayaan rumah tangganya berasal dari sektor real estate bukanlah hal yang sia-sia, kata para analis. Namun pada akhirnya, cara paling efektif untuk mendorong masyarakat Tiongkok untuk berbelanja adalah dengan mentransfer sumber daya kepada konsumen dari sektor ekonomi lain, bukan dari tabungan rumah tangga.
"Kendala utama adalah pendapatan masyarakat," kata Zhaopeng Xing, ahli strategi senior Tiongkok di ANZ, seraya menambahkan bahwa pemulihan kepercayaan konsumen akibat langkah-langkah terbaru ini akan "ringan."
Depositor terkena imbas
Seorang pekerja di perusahaan manajemen aset, Simon Yu mengatakan, pembayaran KPR-nya memang akan turun dengan kebijakan China yang baru. Namun, hal itu diimbangi oleh pendapatan bunga simpanan yang rendah.
"Penurunan suku bunga hanya berdampak kecil pada daya beli saya," katanya.
Dengan harapan dapat mempertahankan keuntungannya di masa depan, dia mungkin akan memindahkan sejumlah uangnya ke saham dan obligasi. Namun sebagian lainnya lebih menghindari risiko, terutama di tengah meningkatnya ketidakpastian pekerjaan.
Li Xiao, seorang analis data di Shanghai, mengatakan dia akan menyimpan uangnya di bank meskipun tidak senang dengan suku bunga yang lebih rendah.
"Pemerintah ingin meningkatkan konsumsi, namun pada akhirnya yang menanggung dampaknya adalah para deposan," kata Li.
"Masyarakat tidak melakukan konsumsi karena mereka tidak punya uang sehingga memotong suku bunga deposito tidak akan berhasil," tambahnya.
Sementara itu, Nancy Yang, yang bekerja untuk pemasok suku cadang mobil di pusat kota Wuhan, mengatakan alasan utama dia tidak membelanjakan uangnya adalah karena bosnya tidak membayar bonus akhir tahun untuk tahun 2022.
"Saya menabung bukan untuk bunga yang kecil, tapi karena terlalu banyak ketidakpastian: bisnis tidak stabil, tidak ada kenaikan pendapatan, pembayaran hipotek (KPR), membesarkan anak," kata Yang.
"Menyimpan uang tunai sangatlah penting," pungkasnya.
(zlf/zlf)
