Data backlog kepemilikan rumah cukup besar yaitu sebanyak 12,7 juta rumah tangga, berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) 2021. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pun mewanti-wanti jangan sampai angka backlog tersebut dijadikan alat politik oleh pihak lain. Apalagi, saat ini memang sudah masuk tahun politik.
"Mohon maaf ini tahun politik saya ndak ingin itu dipolitisasi soal data, karena itu bagi kami tahu data akurat ini penting," kata Direktur Jenderal Perumahan Kementerian Iwan Suprijanto dalam Konferensi Pers Hari Perumahan Nasional, di Kantor Kementerian PUPR, Jumat (25/8/2023)
Di sisi lain, Iwan mengaku pihaknya akan mengkaji ulang angka backlog. Menurutnya, angka backlog tidak hanya tentang kepemilikan rumah saja, tetapi juga kelayakan rumah hingga rumah yang dihuni oleh masyarakat tanpa harus memilikinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah pada kesempatan ini, saya juga ingin sedikit meluruskan, backlog ini adalah backlog kepemilikan rumah, kepemilikannya. Cuma terminologi kepemilikannya ini kita tidak selalu memiliki rumah. Kalau saya anak tunggal dan tinggal di rumah orang tua saya pasti dihitung ini backlog ini, tapi saya pewaris tunggal dari rumah saya, apakah ini backlog? " tuturnya.
"Nanti saya minta dengan teman-teman ini coba untuk kembali mereview data itu (backlog) 12,7 (juta) ini bener nggak 12,7 (juta), metode perhitungan dan pengukurannya seperti apa? Yang kita dorong sebenarnya bukan kepmilikannya, tapi memastikan seluruh warga negara Indonesia bisa tinggal di hunian yang layak, tidak harus memiliki tidak harus beli, tetapi bisa sistem sewa, ini yang coba kita dorong," paparnya.
Iwan mengatakan, pihaknya ingin memvalidasi data backlog yang ada, terlebih setiap tahunnya ada 700.000-800.000 keluarga baru yang memungkinkan angka backlog bertambah. Meski angka backlog kepemilikan rumah cukup tinggi, menurutnya saat ini terdapat peluang khususnya sektor properti dan perumahan.
"Kita jangan sampai keliru nanti menafsirkan (data backlog). Sehingga dari situ sebenarnya akan muncul kebijakannya apa, apakah kita akan mungkin stop pembangunan landed (rumah tapak) tetapi kita arahkan semua ke hunian vertikal, kalau itu yang memang harus dijawab dari 12,7 (juta) tadi. Makanya data ini akurasi data menjadi penting dan seberapa urgent kepemilikan (rumah) itu," ujarnya.
(zlf/zlf)