Pandemi virus corona telah memicu lonjakan permintaan akan hunian mungil di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.

Fenomena ini didorong oleh sejumlah faktor, mulai dari kebutuhan akan ruang tambahan hingga cari alternatif hunian yang lebih terjangkau di tengah gejolak ekonomi.

Namun, walaupun menawarkan potensi makna besar dalam desain praktisnya, ternyata biaya dan lokasi menjadi faktor krusial dalam perjalanan investasi rumah mungil.

Dikutip dari CNBC, Minggu (20/8/2023), rumah mungil yang umumnya memiliki luas di bawah 600 kaki persegi atau sekitar 56 meter persegi telah menjadi pilihan menarik bagi sebagian masyarakat yang ingin merasakan pengalaman hidup sederhana tanpa harus mengorbankan kenyamanan.

Namun, survei terbaru oleh Porch.com, platform layanan rumah, mengungkapkan bahwa ukuran rata-rata rumah mungil yang dijual di Amerika Serikat sebenarnya hanya 225 kaki persegi atau sekitar 21 meter persegi, atau sekitar delapan kali lebih kecil daripada rumah konvensional.

Salah satu faktor yang menarik perhatian adalah biaya pembangunan dan pemeliharaan rumah mungil. Meskipun biaya rata-rata rumah mungil lebih rendah daripada rumah konvensional, para pembeli harus siap membayar biaya per kaki persegi yang lebih tinggi.

"Ada banyak detail dan kompleksitas dalam menghubungkan dan mengintegrasikan sumber daya utama seperti listrik, saluran pembuangan, dan pemanas dalam bangunan yang relatif kecil," jelas Volodymyr Kupriyanov, seorang peneliti di Porch.com.

Hal ini seringkali membutuhkan material dan tenaga kerja dengan ukuran yang disesuaikan atau khusus, yang akhirnya menambah biaya konstruksi dan pemeliharaan.

Tak hanya biaya, faktor lokasi juga berperan penting dalam kisah rumah mungil.

Peraturan zonasi yang berbeda-beda dari satu wilayah ke wilayah lainnya dapat mempengaruhi biaya konstruksi dan legalitas pemilikannya.
Sambungan utilitas seperti air, listrik, dan saluran pembuangan juga dapat menjadi sumber biaya tambahan yang signifikan.

Jika rumah mungil berlokasi di daerah tanpa akses utilitas, pemiliknya mungkin harus mengambil langkah-langkah seperti mengumpulkan air hujan atau menggunakan panel surya, yang tentu saja akan menambah biaya konstruksi.

Bagi mereka yang tertarik dengan investasi rumah mungil, pertimbangan mengenai keterjangkauan juga menjadi hal yang tak bisa diabaikan.
Meskipun harganya paling terjangkau di beberapa negara bagian, termasuk di sejumlah wilayah Indonesia, faktor keterjangkauan tetap menjadi aspek penting. Selain itu, para calon pembeli juga harus mempertimbangkan biaya asuransi rumah mungil, yang ternyata juga bervariasi menurut lokasi.

Namun, terlepas dari semua tantangan ini, fenomena rumah mungil tetap menarik perhatian. Dalam konteks pertumbuhan kota yang semakin padat, hunian mungil menawarkan solusi kreatif bagi individu yang menginginkan gaya hidup minimalis tanpa kehilangan esensi kehidupan modern.

Namun, perlu diingat bahwa investasi dalam rumah mungil perlu disesuaikan dengan rencana keuangan dan tujuan jangka panjang, mengingat berbagai faktor biaya dan nilai investasi yang mungkin terlibat.

Dalam dunia yang terus berubah, fenomena rumah mungil menjadi satu dari banyak pilihan yang harus dipertimbangkan dengan matang sebelum melangkah menuju dunia investasi perumahan yang inovatif dan menarik ini.