Riwayat Museum Proklamasi: Villa Belanda Ikon Nieuw Gondangdia

Riwayat Museum Proklamasi: Villa Belanda Ikon Nieuw Gondangdia

Sudrajat - detikProperti
Kamis, 17 Agu 2023 10:10 WIB
Museum Proklamasi/Sudrajat-detikcom
Foto: Museum Proklamasi/Sudrajat-detikcom
Jakarta -

Sejumlah murid sekolah dasar di Bintaro sontak ternganga begitu melihat salah satu kamar mandi di lantai dua Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Rabu (16/8/2023).

Bukan cuma karena dilengkapi bathtub, wastafel, dan closet yang berwarna merah muda tapi juga luasnya ukuran kamar mandi tersebut. "Ini sih masih lebih luas dibandingkan dengan ruang tamu rumah saya," kata seorang guru seraya berdecak-decak. Para murid itu kompak mengamini.

Gedung ini semula merupakan villa yang dibangun untuk melengkapi kota baru, Nieuw Gondangdia. Tapi karena di kawasan ini banyak dijumpai pohon menteng (Baccaure racemose), menurut Paskalius Fajar Sunandar, edukator museum, sebutannya kemudian lebih popular menjadi kawasan Menteng. "Arsitek gedung ini adalah Johan Frederik Lodewijk (JFL) Blankenberg," kata Fajar kepada detikProperti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pembangunan villa tersebut dimulai pada 1927 dan selesai 1931. Menyita waktu cukup lama karena kala itu di Eropa sedang terjadi krisis dan Belanda kena imbasnya. Pemilik sertifikat villa tersebut adalah Nederlandsche Indische Levensverzekering en Lijfrente Maatschappij (NILMIJ), yang berdiri di Batavia pada 1859. Setelah Kemerdekaan, NILMIJ dinasionalisasi menjadi PT Asuransi Jiwasraya.

Museum Proklamasi/Sudrajat-detikcomBathtub di kamar mandi Museum Proklamasi/Foto: Museum Proklamasi/Sudrajat-detikcom

Berdasarkan catatan pengelola museum, bangunan villa yang kini dikenal sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi berdiri di atas lahan seluas 3.914 m2 dengan luas bangunan mencapai 1.138 m2. Villa ini memiliki tiga kamar tidur utama yang masing-masing dilengkapi dengan kamar mandi. Semuanya berada di lantai dua, dengan dua tangga berdesain art deco berbahan kayu jati.

ADVERTISEMENT

Satu tangga berada di sudut kiri khusus untuk asisten rumah tangga. Tangga ini sedikit lebih sempit yang menghubungkan langsung antara dapur dan kamar tidur. Beda dengan tangga utama yang lebarnya sekitar dua meter, menghubungkan ruang utama ke kamar tidur tamu dan kamar tidur utama.

Kamar tidur utama di sayap kanan dilengkapi kamar kerja. Dilengkapi dua jendela tinggi dan besar dan balkon, kamar kerja berukuran sekitar 4x4 meter menghadap langsung ke taman nan luas. Sekarang berbatasan langsung dengan Jalan Imam Bonjol. Sementara kamar tidur utama berukuran sekitar 4x6 meter dilengkapi balkon dan menghadap taman seluas sekitar 200 meter persegi di bagian belakang.

"Tangga, semua pintu, jendela, dan kusen-kusennya berbahan kayu jati asli yang belum pernah diganti hingga sekarang. Perkiraan saya 80 persen bangunan ini masih asli," kata Fajar.

Begitu selesai dibangun, lanjutnya, villa ini disewakan kepada Inggris untuk menjadi semacam kantor kedutaan dan tempat tinggal pejabatnya hingga Jepang masuk pada 1942. Oleh penguasa Jepang, kata Fajar, villa ini kemudian diperuntukkan bagi tempat tinggal Laksamana Muda Tadashi Maeda. Dia adalah kepala kantor Kaigun (penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Jepang). Maeda dibantu oleh Sekretaris Pribadi yang merangkap Asiten Rumah Tangga Satsuki Mitshima.

Museum Proklamasi/Sudrajat-detikcomMuseum Proklamasi/Sudrajat-detikcom Foto: Museum Proklamasi/Sudrajat-detikcom

Setelah Jepang takluk kepada Sekutu pada 1945 dan Indonesia merdeka, villa atau gedung ini dialihfungsikan menjadi markas tentara Inggris. Baru diserahkan setelah ada pengakuan atas kedaulatan kepada Indonesia dan kemudian dinasionalisasi di bawah kendali Departemen Keuangan.

Tapi karena sertifikatnya tetap milik Asuransi Jiwasraya, pada 1961 - 1981, villa ini disewa oleh Inggris menjadi tempat tinggal duta besarnya. Lalu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nugroho Notosusanto mengusulkan agar villa atau gedung bersejarah ini dijadikan sebagai museum. Sambil menunggu proses tersebut, pada 1982 gedung ini dimanfaatkan sebagai kantor pegawai Perpustakaan Indonesia.

Pada 1984 berhasil mendatangkan Satsuki Mitshima. Dialah yang banyak membantu memberikan informasi seputar kelengkapan dan berbagai ornamen yang pernah mengisi gedung ini. Khususnya ketika Sukarno-Hatta bersama Ahmad Subardjo dan kawan-kawan merumuskan naskah proklamasi pada 16 Agustus 1945.

Museum Proklamasi/Sudrajat-detikcomMuseum Proklamasi/Sudrajat-detikcom Foto: Museum Proklamasi/Sudrajat-detikcom

"Tentu yang tersaji sekarang ini tidak semua orisinal tapi tata letaknya sudah seperti penjelasan ibu Satsuki," kata Fajar. Ia mencontohkan mesin ketik yang digunakan Sayuti Melik menyalin naskah proklamasi sudah tidak bisa dilacak. Karena menurut Satsuki mesin ketik pinjaman dari pihak Jerman itu langsung dikembalikan begitu rapat selesai.
Piano sengaja dihadirkan dan diletakkan di dekat tangga utama bukan cuma karena Maeda suka memainkan piano tapi, "Naskah Proklamasi ditandatangani Sukarno - Hatta itu di atas piano," kata Fajar.

Gedung ini resmi menjadi Museum pada 24 November 1992 berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.




(jat/zlf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Kalkulator KPR
Tertarik mengajukan KPR?
Simulasi dan ajukan dengan partner detikProperti
Harga Properti*
Rp.
Jumlah DP*
Rp.
%DP
%
min 10%
Bunga Fixed
%
Tenor Fixed
thn
max 5 thn
Bunga Floating
%
Tenor KPR
thn
max 25 thn

Ragam Simulasi Kepemilikan Rumah

Simulasi KPR

Hitung estimasi cicilan KPR hunian impian Anda di sini!

Simulasi Take Over KPR

Pindah KPR bisa hemat cicilan rumah. Hitung secara mudah di sini!
Hide Ads