Pindah rumah memang hal yang biasa dilakukan. Namun, bagaimana jika pindahan dilakukan dengan rumah utuh beserta isinya ke lokasi lain?
Di beberapa daerah di Indonesia ada yang melakukan tradisi tersebut. Salah satunya di Sulawesi Selatan.
Tradisi ini bernama Marakka' Bola di Kabupaten Barru atau disebut Masoppo Bola di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suku Bugis di Sulawesi Selatan, jika ingin pindah rumah akan mengangkat satu bangunan rumah utuh lalu digotong bersama-sama ke lokasi baru. Kenapa pemindahan rumah harus secara utuh?
Salah satu alasannya adalah untuk menjaga keutuhan rumah. Melansir dari situs Museum Daerah Maros, Selasa (15/8/2023), rumah bagi Suku Bugis seperti tanah warisan yang harus dijaga. Jadi, kalau ada warga yang ingin pindah rumah, berarti harus memindahkan satu rumah utuh ke tempat yang baru.
Untuk pemindahan ini dilakukan dengan cara diangkat jika lokasi tempat pindahnya cukup jauh dan dibantu oleh masyarakat sekitar. Namun, jika lokasinya dekat bisa dilakukan dengan cara didorong setelah bagian bawahnya diberi roda.
Di sisi lain, dengan mengangkat rumah saat pindahan juga bisa mempererat tali silaturahmi dan gotong royong antarwarga. Sebab, para warga akan berkumpul bersama dan saling membantu satu sama lain.
Dilansir dari detikSulsel, di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, kegiatan pindah rumah itu dilakukan pada hari Jumat setelah salat Jumat. Sebelum mengangkat rumah, umumnya diawali dengan makan siang bersama. Hal ini tentunya dapat mempererat tali silaturahmi antarwarga dan menambah kekuatan sebelum mengangkat rumah.
Selain itu, pindahan rumah tersebut biasanya diumumkan melalui toa masjid dan warga akan datang beramai-ramai ke lokasi dan melakukan pindahan rumah. Setelah selesai, akan ada syukuran yang dikenal dengan Baca Barazanji supaya rumah tersebut terhindar dari malapetaka.
Setelah segala rangkaian pindahan rumah selesai, umumnya pemilik rumah akan memberikan makanan kepada para warga yang membantunya. Para warga pun akan menyantap makanan yang telah disediakan secara bersama. Dengan makan bersama, tentunya akan membuat warga menjadi semakin guyub.
Proses Pengangkatan Rumah
Sebelum mengangkat rumah, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengeluarkan barang-barang mudah pecah dan mudah bergerak. Contohnya piring, gelas, dan barang-barang elektronik lainnya.
Namun, barang-barang berat seperti lemari, tempat tidur dan sebagainya yang akan merepotkan jika dikeluarkan, akan tetap dipertahankan di dalam rumah selama tidak berpengaruh signifikan terhadap berat rumah ketika akan diangkat atau didorong. Agar tidak jatuh ke lantai yang terbuat dari kayu, barang-barang tersebut dirapatkan ke tiang-tiang rumah yang terbuat dari kayu lalu diikat.
Tiang-tiang rumah yang akan diangkat harus dipasang bambu terlebih dahulu. Bambu-bambu itulah yang nantinya menjadi tempat pegangan untuk mengangkat rumah.
Tak sembarangan, proses pemindahan dipimpin oleh seorang ketua adat, sebab diperlukan ekstra kerja sama untuk memindahkan rumah tersebut, seperti menyamakan irama langkah kaki agar dapat berjalan beriringan. Maka tak ayal kegiatan ini jadi ajang gotong royong bagi masyarakat Suku Bugis.
Sebagai informasi, rumah Suku Bugis umumnya berbentuk rumah panggung yang terbuat dari kayu. Maka dari itu, masyarakat dapat memindahkan rumahnya secara utuh.
Adapun, di dalam rumah panggung terdapat tiga tingkatan. Pertama, Dunia Atas (Botting Langi), dulu bagian ini dijadikan sebagai tempat untuk menaruh padi hasil panen. Kedua, Dunia Tengah (Ale-Kawa), tempat ini untuk melakukan aktivitas yang punya rumah, layaknya rumah biasa terdapat kamar tidur, dapur, dan lain sebagainya. Terakhir, Dunia Bawah (Awa Bola), dulu bagian ini digunakan untuk menaruh hewan peliharaan, namun saat ini lebih sering digunakan untuk menaruh kendaraan.
Tradisi Angkat Rumah di Filipina
Ternyata, tak hanya di Indonesia saja yang ada tradisi angkat rumah saat pindahan, tetapi di Filipina juga ada. Tradisi ini disebut Bayanihan.
Bayanihan berasal dari kata 'bayan' yang berarti kota, negara, atau komunitas. Bayanihan sendiri memiliki arti semangat kebersamaan dalam komunitas untuk bekerja dan kooperatif untuk mencapai tujuan bersama.
Bedanya dengan di Indonesia, tradisi Bayanihan biasanya dilakukan oleh warga desa ketika ingin pindah lokasi rumah untuk menghindari banjir atau tanah longsor. Sementara di Indonesia, tradisi angkat rumah dilakukan ketika tanah di tempat pemilik sudah terjual atau ingin membuka usaha di tempat lain.
Dilansir dari Ancient Page, Selasa (15/8/2023), di Filipinan biasanya yang mengangkat rumah untuk dipindahkan adalah para lelaki. Setelah rumah dipindahkan, akan ada perkumpulan kecil untuk merayakan pindahan rumah tersebut sekaligus untuk bersosialisasi dengan warga setempat.
Tradisi Angkat Rumah Saat Pindahan Mulai Jarang Dilakukan
Sama halnya seperti di Indonesia, tradisi Bayanihan kini sudah mulai jarang dilakukan. Salah satunya karena rumah yang ada saat ini terbuat dari beton sehingga sulit untuk dipindahkan.
Kini justru ada festival Bayanihan, di mana orang-orang akan membuat rumah dari bahan-bahan alami, seperti daun kelapa untuk bagian atap, kayu, dan lainnya. Selanjutnya, mereka membawa rumah tersebut ke jarak tertentu, bisa 1-5 km. Kegiatan ini menarik minat banyak turis. Adapun, dana yang terkumpul digunakan untuk donasi korban bencana alam.
Saat ini, Bayanihan tidak lah sama seperti dulu. Yang tersisa hanyalah rasa kebersamaan dan gotong royong ketika melakukan sesuatu.
"Misalnya, sebelum tahun ajaran dimulai, masyarakat akan berkumpul pada hari tertentu untuk membersihkan semuanya, dan mencabut rumput liar. Ini bukan lagi tentang membawa rumah," kata Jovan Tacatani, seorang guru di sekolah di Vietnam yang sempat tinggal di Filipina, dikutip dari VOVWorld.
"Contoh lain, seperti yang mungkin pernah Anda dengar, Filipina sangat rawan terhadap angin topan. Setelah topan terjadi, orang berkumpul untuk membantu membersihkan daerah itu dan membangun kembali rumah-rumah. Itulah Bayanihan hari ini," paparnya.
(dna/dna)