Sekilas, deretan rumah di Jalan Pakubuwono VI, Kebayoran Baru itu seperti tidak simetris. Bagian tepinya miring ke luar dan membentuk bidang segi lima. Sementara bidang atapnya tak memiliki bubungan dengan kemiringan yang curam. Desain arsitektur rumah tersebut biasa disebut Jengki yang popular di era 1950-1970-an di sejumlah kota di Indonesia, termasuk Jakarta.
Sayang, dari amatan detikproperti pada Jumat (11/8/2023) lalu, kebanyakan bangunan rumah jengki yang ada umumnya telah rapuh dan rusak. Mungkin karena lama tak dihuni, atau direnovasi dengan sentuhan desain lain dan beralih fungsi menjadi bangunan komersial.
Budi Adelar Sukada, mantan dosen arsitektur di Fakultas Teknik UI, menyebut rumah-rumah Jengki di Pakubuwono itu dibangun oleh Job&Spray pada awal 1950-an. Perumahan itu diperuntukkan bagi para pejabat perusahaan minyak Belanda, Bataafsche Petroleum Maatschappij. Di masa kemerdekaan perusahaan itu kemudian dinasionalisasi oleh Pertamina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bentuknya yang aneh membuat rumah itu menjadi elite. Orang-orang kaya yang ingin dianggap elite meniru gaya itu," kata Budi Sukada yang pernah menjadi Ketua Ikatan Arsitek Indonesia, 2002 - 2008, kepada Tempo 14 Juli 2018.
Selain rumah Jengki, salah satu bangunan dengan arsitektur unik di kawasan Kebayoran Baru adalah kediaman Ibu Fatmawati di Jalan Sriwijaya 26. Rumah ini dibangun pada 1953 dan mulai ditempati pada 1956. Dalam biografi 'Catatan Kecil Bersama Bung Karno' terbitan Sinar Harapan, 1978, Bu Fat mengaku bahwa rumah tersebut dibeli dan dibangun atas usahanya sendiri. Bu Fat meninggalkan Istana dan tinggal di Sriwijaya karena menolak dipoligami oleh Presiden Sukarno.
![]() |
Rumah itu menjadi saksi mata pernikahan anak-anak Bung Karno. Mulai Guntur, Megawati, Rahmawati, Sukmawati, sampai resepsi pernikahan Guruh dengan perempuan asal Uzbekistan, Sabina Guseynova Padmavati, pada 19 Oktober 2002.
Ketika Rahmawati menikah, Bung Karno yang sudah sakit-sakitan dan menjalani tahanan rumah di Wisma Yaso (kini Museum Satria Mandala) datang ke Sriwijaya dengan berjalan tertatih-tatih dan wajah sembab. Tapi hanya beberapa menit, petugas segera menggiringnya kembali ke Yaso.
Pada akhir Desember 2022, Pemprov DKI menetapkan rumah Ibu Fatmawati seluas 718 meter persegi dan luas tanah sekitar 1.400 meter persegi (m2) sebagai bangunan cagar budaya. Penetapan itu sudah melalui rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya pada 16 Februari 2022.
Beberapa waktu lalu masyarakat dihebohkan karena seolah rumah yang dinamai Puri Fatmawati tersebut akan disita pengadilan. Padahal yang dimaksud adalah kediaman putra bungsu Ibu Fatmwati, yakni Guruh Soekarnoputra yang berlokasi persis di belakangnya dan bergaya art deco. Guruh membeli rumah di Jalan Sriwijaya III Nomor 1 tersebut pada 1970-an dari seorang pengacara, Mr Indra Kusuma. Dia kemudian menamainya Puri Indra Kusuma.
Tapi saat PN Jakarta Selatan akan menyita rumah ini bertebaran spanduk bertuliskan, "Selamatkan Rumah Bung Karno", "Jangan Zolimi Anak Proklamator", "Rumah Merah Putih ini adalah Rumah Anak-anak Bangsa".
Rencana penyitaan itu terkait utang-piutang antara Guruh dengan seorang pengusaha bernama Susy Angkawijaya. Tapi karena situasi tak kondusif, eksekusi akhirnya ditunda. Entah sampai kapan.
Bila Adolf Heuken dan Grace Pamungkas menulis buku bertajuk Menteng sebagai kota taman pertama di Indonesia. Tentunya kawasan pemukiman itu dirancang oleh para arsitek Belanda. Tapi khusus Kebayoran Baru di Jakarta Selatan ini adalah kota taman pertama di Indonesia yang dirancang arsitek lokal, Moh. Soesilo pada 1948.
Dia adalah murid Thomas Karsten, arsitek Belanda yang merancang beberapa kota di Jawa seperti Bogor, Bandung, dan Malang dengan mengadaptasi kota taman bergaya Eropa seperti Kebayoran. Sebagai kota taman, Kebayoran Baru yang memiliki luas 720 hekater, lebih dari 30 persennya berupa ruang terbuka hijau. Misalnya ada Taman Puring, Taman Langsat, Taman Leuser, Taman Barito, Taman Christina Marta-Tiahahu, Taman PKK, dll.
Sebagai kota satelit bagi Jakarta, Kebayoran Baru dirancang untuk tempat tinggal sekitar 100 ribu penduduk. Pembangunannya dilakukan oleh CSW (Central Stichting Wederopbouw) yang kantornya berada di seberang gedung Kejaksaan Agung.
"Kebayoran Baru merupakan adaptasi kota taman bergaya Eropa (Belanda) dalam iklim tropis sehingga sering disebut sebagai kota taman tropis yang banyak dikembangkan oleh Thomas Karsten di beberapa kota di Jawa (Bogor, Bandung, Malang) dan luar Jawa," tulis Nirwono Joga dalam artikelnya, 'Kebayoran Baru Kota Taman Pertama Karya Arsitek Lokal' di Kompas, 06 Agustus 2004.
(jat/zlf)