Pengembang atau developer perumahan ingin pemerintah baru 2024 nanti membentuk kementerian khusus perumahan. Saat ini, perumahan rakyat masuk nomenklatur Kementerian PUPR.
"Jadi gini beda satu urusan, dua urusan di tangan satu orang dengan satu urusan di tangan satu orang. Jadi kalau ada kementerian (khusus perumahan) itu benar-benar dijaga bener kebijakannya, supaya memang bagaimana pro dengan dunia usaha, visi dan misi dan program Kementerian bisa tercapai, swasta juga bisa tumbuh dan backlog juga bisa diatasi tapi swasta juga benar-benar bergerak," kata Wakil Ketua Umum DPP REI Bidang Hubungan Luar Negeri, Rusmin Lawin kepada wartawan di Hotel Sheraton, Jakarta Selatan, Kamis (3/8/2023).
Menurutnya, hal ini bukan berarti persoalan perumahan pada kementerian saat ini tidak bagus, hanya saja belum bisa fokus terhadap persoalan perumahan. Ia berharap ada suatu lembaga yang benar-benar mengurus perumahan. Tak hanya perumahan, Rusmin mengatakan, termasuk juga mengurus pengembangan perkotaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenapa kita pakai istilah perumahan dan perkotaan? Selama ini kota-kota siapa yang ngurus? Kan dilepaskan masing-masing ke daerah-daerah, nggak terurus itu akhirnya itu kenapa kita sarankan (ada kementerian) housing and development," ungkapnya.
Ia menuturkan, Indonesia bisa mencontoh seperti Kementerian Perumahan dan Pengembangan Perkotaan di Amerika Serikat. Sebab, keadaan negara Amerika Serikat mirip seperti di Indonesia.
"Itu kita adopsi dari Amerika, kan sama kan, luas, banyak kotanya, statenya, ada yang di kota ada yang di suburb," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Indonesia yang terpilih di 2024 didesak memberikan perhatian besar terhadap program penyediaan perumahan nasional. Kehadiran kembali kementerian khusus yang fokus menanggani perumahan menjadi sesuatu ditunggu, baik oleh masyarakat maupun pemangku kepentingan (stakeholder) perumahan.
Sekretaris Jenderal Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Hari Ganie mengungkapkan, selama ini pengembang masih menghadapi banyak persoalan di lapangan. Tidak hanya pengembang perumahan menengah bawah, tetapi juga pengembang properti komersial. Terlebih masalah perizinan yang sampai hari ini koordinasinya tidak berjalan dengan baik, meski pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK).
"Sejauh ini, kami masih melihat adanya koordinasi yang kurang baik terkait urusan di sektor properti terutama perumahan baik dari sisi perizinan, pembiayaan, perpajakan dan lain-lain. Oleh karena itu, memang dibutuhkan satu kelembagaan yang kuat dan fokus," kata Hari Ganie pada diskusi media bertajuk "Perkuat Kelembagaan Perumahan Rakyat!" yang diselenggarakan Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera), dikutip Sabtu (22/7/2023).
Menurutnya, beban kerja yang ditanggung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) selama ini sudah terlalu berat. Pasalnya, hampir semua Program Strategis Nasional (PSN) yang berkaitan dengan pekerjaan fisik ditugaskan kepada kementerian tersebut.
Sementara itu, untuk urusan perumahan rakyat terabaikan. Padahal sesuai namanya, Kementerian PUPR seharusnya juga memberikan perhatian yang berimbang untuk sektor perumahan rakyat.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah menambahkan, kementerian fokus perumahan mutlak, karena sektor perumahan berbeda dengan infrastruktur. Kedua hal tersebut tidak dapat disandingkan begitu saja, karena masalah perumahan tidak melulu urusan fisik semata.
"Beragam aturan pemerintah justru selama ini terbukti mempersulit sektor perumahan. Padahal, semua hal berawal dari rumah, tetapi belum terlihat adanya calon pemimpin bangsa yang mengusung isu-isu perumahan," tegasnya.
Ia menuturkan, saat ini Indonesia masih menghadapi 'hantu' backlog perumahan (kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan) yang angkanya diperkirakan sudah lebih dari 13 juta unit. Namun nyatanya, pemerintah dalam satu dekade ini terkesan tidak fokus mengatasi persoalan backlog tersebut.
"Masalah justru timbul, dan seperti diciptakan. Aturan regulasinya sering berubah-ubah dan perizinan di tiap daerah berbeda-beda. Masyarakat yang ingin memiliki rumah, syaratnya juga dipersulit," kata Junaidi.
Sementara itu, Ketua Umum Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Appernas) Jaya, Andre Bangsawan menyebutkan Kementerian PUPR terlihat lemah dalam menjalankan fungsi di sektor perumahan rakyat. Selain itu, kementerian yang merupakan gabungan dari Kementerian PU dan Kementerian Perumahan Rakyat itu juga kurang serius dalam mengurusi backlog perumahan yang jumlahnya semakin melonjak.
"Kementerian PUPR terkesan kurang serius dalam menjalankan fungsinya di sektor perumahan. Badan dan lembaga yang dibentuk pun ternyata tidak bekerja secara maksimal. Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) misalnya, saat ini seolah mati suri, tidak ada action sebagaimana tujuan pembentukannya," kata Andre.
Appernas Jaya mendukung penuh dibentuknya kembali kementerian khusus yang fokus mengurusi perumahan. Hal itu untuk membantu masyarakat untuk memiliki rumah layak huni dan mendorong penyediaan rumah oleh pengembang lewat regulasi yang efektif.
(zlf/zlf)