Pemerintah saat ini tengah menggodok aturan terkait rumah susun (rusun) subsidi. Saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang berdiskusi dengan Kementerian Keuangan terkait harga rumah susun subsidi.
"Untuk aturan rumah vertikal masih dibahas dengan Kementerian Keuangan, semoga nanti bisa segera terbit sehingga bisa kita dorong, selain rumah landed juga rumah vertikal yang di perkotaan," kata Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Herry Trisaputra Zuna dalam acara Ngopi di Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (21/7/2023).
Selain soal harga aturan rumah susun subsidi, pihaknya juga tengah mendiskusikan terkait skema pembelian rumah susun subsidi. Salah satu yang lagi didiskusikan adalah skema staircasing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, staircasing adalah skema kepemilikan rumah bertahap yang kepemilikannya dibagi antara penjual rumah dengan pembeli selama masa cicilan berlangsung.
"Jadi yang pertama, ini kan beda-beda tujuannya walaupun sama tujuan akhirnya, bagaimana merumahkan MBR tadi terutama di perkotaan. Nah yang dibahas hari ini berkaitan dengan harga rumahnya, nanti batasan harga rumah vertikal yang bebas pajak, nah yang staircasing tadi lebih bagaimana kita memodelkan mengatur agar MBR tadi mampu menyicil setiap bulannya," paparnya.
"Jadi ceritanya agak berbeda. Jadi yang satu mengatur harga rumahnya, kalau yang staircasing adalah skema yang membuat dengan harga rumah tadi dia menjadi terjangkau," sambungnya.
Sebagai catatan, harga batas jual rumah susun pada tahun 2019 mulai dari Rp 260 juta hingga Rp 565 juta per unit, tergantung dari wilayahnya. Namun, hingga saat ini, peraturan terkait harga rusun masih belum berubah.
Adapun batasan penghasilan kelompok sasaran per bulan, maksimal Rp 7-8,5 juta per bulan, tergantung dari wilayah. Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri PUPR Nomor 587/KPT/M/2019.
(zlf/zlf)