Kalangan pengembang perumahan masih menemui beberapa kendala dalam menyediakan hunian untuk masyarakat. Bahkan pengembang menyebut, kini mereka tengah berhadapan dengan 'hantu' perumahan. Apa itu?
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Indonesia (Apersi) Junaedi Abdullah mengatakan, hantu yang dimaksud adalah backlog alias kurang pasok perumahan. Kurang pasok perumahan adalah kondisi pasokan rumah di Indonesia tidak sebanding dengan kebutuhan rumah khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Saat ini, jumlahnya disebut mencapai 12,75 juta.
Menurutnya kurang pasok perumahan ini sudah berlarut-larut terjadi dan belum pernah terselesaikan. Banyak faktor yang menyebabkan sulitnya pemerintah atau pemangku kepentingan lain termasuk dari kalangan dunia usaha untuk mengatasi hal ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hantu backglog seram juga tuh. Tak pernah terselesaikan. Banyak masalah yang timbul, Tapi saya rasa, masalah yang timbul itu memang diciptakan," ujar Junaedi Abdullah dalam diskusi Forwapera bertajuk 'Perkuat Kelembagaan Perumahan Rakyat di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Dia menjelaskan, masalah yang dimaksud di antaranya adalah soal aturan pemerintah dan perizinan. Dari sisi demand atau permintaan yaitu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), aturan untuk mendapatkan rumah menurutnya kian dipersulit.
"Dari pengembang pun bangum ruman makin kesulitan, soal perizinan dan lain-lain. Kok membangun rumah untuk rakyat sulit banget?" ujarnya.
Salah satu contoh yang disorotinya adalah soal kenaikan harga rumah subsidi yang dinilai terlambat. Diketahui pemerintah baru merilis aturan penyesuaian harga rumah subsidi beberapa waktu lalu. Dampak dari keterlambatan tersebut, sejumlah pengembang gulung tikar karena tak sanggup lagi menahan beban produksi.
Banyak teman kita yang terlanjur KO. Iklim investasi tidak pasti di sektor properti. Ini yang membuat teman-teman yang merumahkan tenaga kerjanya, perusahaan terhenti. Penyesuaian harga meski terlambat tapi ini angin segar. Harus KO dulu," ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal DPP Real Estat Indonesia (REI) Hari Ganie mengatakan, pengembang masih punya kendala terkait perizinan.
"Perizinan masalah yang tak pernah terpecahkan. Meski sudah ada UU Cipta Kerja. Itu juga muncul karena perizinan perlu dibenahi. Tapi sampai hari ini ternyata implementasinya belum berjalan dengan baik. Bukan hanya keluhan anggota REI, pengembang lain juga begitu, Saya keliling seluruh provinsi di Indonesia, ini keluhan kepala daerah," tuturnya.
(zlf/dna)