Cerita Penghuni 'Cluster Ditembok' Awal Mula Tahu Rumahnya Ada Sengketa

Cerita Penghuni 'Cluster Ditembok' Awal Mula Tahu Rumahnya Ada Sengketa

Almadinah Putri Brilian - detikProperti
Selasa, 18 Jul 2023 20:00 WIB
Penampakan rumah yang jalannya ditembok karena sengketa di Perumahan Green Village, Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (18/7/2023). Jalan ini ditembok alasannya, karena lahan yang digunakan pengembang dimiliki oleh orang lain. Adapun pengembang atau developer perumahan tersebut adalah PT Suryatama Mitra Persada yang kini disebut hilang bak ditelan bumi.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Penghuni cluster Green Village Bekasi, yang beberapa rumah penghuninya ditembok, mengaku tak tahu kalau tanah rumahnya merupakan tanah sengketa. Sebab, sejak awal tidak diberitahu oleh pihak pengembang, PT Surya Mitratama Persada (SMP).

Salah satu penghuni cluster tersebut, Rudiyanto mengaku tak tahu menahu soal tanah rumahnya yang sengketa. Adapun, ia telah tinggal di rumah itu sekitar 2 tahun.

"Nggak tahu, nggak tahu sama sekali (kalau tanah sengketa). Pada saat saya membeli ini, penjual pun tak membahas itu. Kedua, pada waktu itu belum ada kasus ini, kita tanya kiri-kanan (tetangga) juga nggak tahu informasi ini," katanya kepada detikcom, Selasa (18/7/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya baru tahu di 2022 (tanah sengketa) setelah ada pematokan dari BPN (Badan Pertanahan Nasional)," sambungnya.

Rudiyanto mengatakan, ia sudah mengecek semua hal terkait huniannya, mulai dari agen properti hingga perbankan, huniannya ini aman tak bermasalah. Maka dari itu, ia pun melanjutkan untuk membeli rumah tersebut dengan skema Kredit Pemilikan Rumah alias KPR.

ADVERTISEMENT

Salah satu hal yang cukup unik, ia memiliki 2 sertifikat untuk rumahnya. Rudiyanto membeli rumah ukuran 60 meter persegi, sertifikat yang ia dapat yaitu satu untuk tanah ukuran 57 meter persegi, sertifikat lainnya untuk tanah ukuran 3 meter persegi. Hal ini terjadi karena pengembang membeli tanah dari 2 orang yang berbeda dan tidak menjadikannya sertifikat induk.

"Itu memang aneh di situ, tapi karena saya membelinya dari bank, dan ada notaris juga di situ, karena setelah dicek oleh notaris dan bank tidak ada masalah di situ, kemudian proses, salah satu sertifikatnya HGB (hak guna bangunan) dinaikin jadi HM (hak milik) selesai, kemudian balik nama dari penjual ke saya juga selesai ya kita tahu sudah clear di situ," katanya.

"Tapi ternyata terdapat sengketa dan posisi rumah saya terkena ke fasos (fasilitas sosial) fasum (fasilitas umum) di depannya itu. Kalau untuk tanahnya di saya sendiri itu tidak ada tumpang tindih dengan yang sengketa," sambungnya.

Rudiyanto menghuni rumah di bagian paling ujung, sehingga untuk parkir motor masih bisa masuk, sementara untuk mobil sangat mepet dengan tembok pembatas.

Ia juga menceritakan, dari 10 rumah yang terdampak oleh tembok penghalang, sekitar 7 rumah di antaranya sertifikatnya mengalami masalah. Salah satu contohnya rumah dengan luas 72 meter persegi, namun di sertifikat hanya tercantum 60 meter persegi.

Sementara korban lainnya, Nafrantilofa atau biasa dipanggil Nofa, adalah pemilik rumah yang temboknya menghalangi hampir separuh rumahnya. Saat membelinya pun ia juga tidak tahu menahu soal tanah yang akan ditempatinya itu merupakan tanah sengketa.

"Jelas saya nggak tahu, pada saat itu saya survei ke sini itu tahun 2016 dari pihak marketing tidak beri tahu apa-apa (terkait sengketa)," katanya kepada detikcom.

Pada awalnya, ia hanya melihat rumah yang ada di bagian tengah cluster, namun karena ia merasa tidak cocok akhirnya marketing pihak PT SMP menawarkan rumahnya saat ini.

"Karena rumah ini sudah jadi, saya lihat-lihat 'oke nih, masuk budget juga' tapi saya lihat memang ada segel di rumah sebelah, segel dari pemkot (pemerintah kota), lalu saya tanya ke marketing itu katanya rumah sebelah yang bermasalah, rumah yang ini (tempatnya saat ini) nggak bermasalah. Saya nggak curiga, jadi lanjut lah ke proses berikutnya," tutur Nofa.

Nofa sendiri telah menempati rumah ini selama 5 tahun. Meski sedang ada sengketa seperti ini, ia mengaku tak ingin pindah karena rumah itu merupakan satu-satunya yang ia miliki.

"Saya cuma berharap ini semua (masalah sengketa) cepat selesai," ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, terdapat 10 rumah di cluster Green Village yang terhalang oleh tembok. Tembok tersebut dibangun untuk membatasi lahan milik pengembang cluster Green Village, PT Surya Mitratama Persada dengan lahan milik Liem Sian Tjie.

Diketahui, dalam pembangunannya, PT Surya Mitratama Persada menyerobot lahan seluas 367 meter persegi milik Liem Sian Tjie, di mana sepanjang 4 meter lahannya digunakan untuk bangunan salah satu rumah dan sisanya digunakan untuk akses jalan. Maka dari itu, pihak Liem Sian Tjie menggugat pengembang dan memenangkan gugatan.




(zlf/zlf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Kalkulator KPR
Tertarik mengajukan KPR?
Simulasi dan ajukan dengan partner detikProperti
Harga Properti*
Rp.
Jumlah DP*
Rp.
%DP
%
min 10%
Bunga Fixed
%
Tenor Fixed
thn
max 5 thn
Bunga Floating
%
Tenor KPR
thn
max 25 thn

Ragam Simulasi Kepemilikan Rumah

Simulasi KPR

Hitung estimasi cicilan KPR hunian impian Anda di sini!

Simulasi Take Over KPR

Pindah KPR bisa hemat cicilan rumah. Hitung secara mudah di sini!
Hide Ads