Balada Rumah Murah: Makin Lama Makin Jauh dari Pusat Kota

Balada Rumah Murah: Makin Lama Makin Jauh dari Pusat Kota

Almadinah Putri Brilian - detikProperti
Rabu, 12 Jul 2023 06:24 WIB
Kementerian PUPR lewat Ditjen Perumahan mendorong kepemilikan hunian bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Foto: Dok. Kementerian PUPR
Jakarta -

Melejitnya harga rumah hingga kurangnya persiapan finansial menjadi kendala terbesar pembelian rumah bagi kalangan milenial di Tanah Air.

Selain itu, masalah juga timbul dari tak adanya ketersediaan rumah yang terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di perkotaan. Rumah murah yang tersedia bagi MBR letaknya makin lama makin jauh dari pusat kota.

Benar saja, Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, ada sekitar 12,71 juta backlog atau kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan rumah. Dari angka tersebut, sekitar 10 juta backlog terjadi di perkotaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemicu Rumah Murah Makin Jauh dari Pusat Kota

Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip mengatakan, masalah utama sulitnya penyediaan hunian dengan harga yang terjangkau MBR adalah mahalnya harga tanah di perkotaan.

Akibatnya, program penyediaan rumah, dilakukan di daerah-daerah pinggiran yang lokasinya makin lama makin jauh dari pusat kota demi mengejar harga tanah yang lebih mudah agar hunian yang dibangun juga bisa lebih dijangkau oleh MBR.

ADVERTISEMENT

"Tantangan terbesar bagi pemerintah itu sebenarnya adalah mengatasi backlog rumah di perkotaan karena lahannya mahal, biaya hidup tinggi, jadi kalau melibatkan intervensi subsidi pemerintah pasti subsidi yang disiapkan sangat tinggi," tutur dia dalam Webinar Prospek dan Tantangan Pembiayaan Perumahan Rakyat, Khususnya Masyarakat Berpenghasilan Kecil (MBR) secara virtual, Selasa (11/7/2023) kemarin.

Upaya Pemerintah

Dalam rangka mempercepat pembangunan perumahan rakyat, khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), pemerintah juga mengeluarkan serangkaian kebijakan terobosan di bidang pembiayaan perumahan. Pertama, melalui Skema sewa dulu terus beli atau Rent to Own.

Melalui skema ini, proses pengajuan pembelian rumah dilakukan dengan cara kesepakatan untuk menyewa sebuah properti dengan komitmen pasti untuk membelinya sampai jangka waktu yang ditentukan.

Kedua, Skema Kepemilikan Bertahap (Staircasing Ownership), yaitu KPR Subsidi dengan skema kepemilikan secara bertahap. Pada tahap pertama dalam bentuk Sewa dan KPR, lalu pada tahap kedua murni KPR.

Kedua inovasi pembiayaan ini terutama diperuntukkan pada MBR, terutama yang berada di kota-kota yang memang rasio backlog atau kesenjangan antara kepemilikan dan ketersediaan rumahnya lebih tinggi dibanding MBR di pedesaan. Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip menilai inovasi tersebut cukup baik untuk penyediaan rumah bagi MBR.

Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, ada sekitar 12,71 juta backlog atau kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan rumah. Dari angka tersebut, sekitar 10 juta backlog terjadi di perkotaan.

Bisa Tiru Singapura

Singapura menjadi salah satu negara yang memiliki program kepemilikan rumah untuk MBR yang cukup baik. Adapun programnya melalui Housing and Development Board (HDB) atau lembaga perumahan dan pembangunan.

Sunarsip menilai, pemerintah Indonesia bisa mengacu pada sistem HDB di Singapura dalam pengadaan rumah terjangkau. Dalam pengadaannya, bisa melalui Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) yang kini sedang dibentuk oleh pemerintah.

Hal itu karena salah satu kunci dalam pemenuhan kebutuhan perumahan rakyat adalah pengelolaan stok rumah, khususnya rumah bersubsidi, agar stoknya tidak berkurang. Supaya hal itu bisa terwujud diperlukan suatu badan pengelola yang bertindak sebagai manajemen aset perumahan MBR.

Harapannya, BP3 tidak hanya bertindak sebagai pengawas dan offtaker, tetapi juga bertindak sebagai penyedia, pengelola manajemen aset bagi rumah yang dibeli melalui skema dari HDB. Misalnya, bila terdapat pemilik rumah yang ingin menjual rumahnya karena keadaan ekonominya sudah meningkat dan perlu rumah yang lebih besar lagi, penghuni tersebut tidak boleh menjual rumah subsidi itu ke orang yang tidak masuk kriteria MBR. Agar lebih mudah, HDB yang akan menjadi pembeli siaganya (standby buyer).

Dengan konsep seperti ini, penghuni dimudahkan dalam melakukan mutasi. Selain itu, pemerintah dapat menjaga pasokan (supply) rumah murah atau rumah bersubsidi.

"Di sana (Singapura) rumah yang dibeli dengan scheme subsidi tadi tidak boleh dijual kepada di luar yang penerima. Bahkan rumah ini dijual lagi ke Housing and Development Board (HDB) untuk sebagai stok yang nantinya akan dijual lagi kepada masyarakat MBR yang baru. Nah di Indonesia belum terjadi mekanisme seperti itu," ungkapnya dalam Webinar Prospek dan Tantangan Pembiayaan Perumahan Rakyat, Khususnya Masyarakat Berpenghasilan Kecil (MBR) secara virtual, Selasa (11/7/2023).

Untuk memenuhi fungsi-fungsi tersebut, Sunarsip mengusulkan, pembentukan BP3 tersebut sekaligus mengintegrasikan peran Perum Perumnas yang merupakan BUMN Perumahan, ke dalam BP3.

(dna/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Kalkulator KPR
Tertarik mengajukan KPR?
Simulasi dan ajukan dengan partner detikProperti
Harga Properti*
Rp.
Jumlah DP*
Rp.
%DP
%
min 10%
Bunga Fixed
%
Tenor Fixed
thn
max 5 thn
Bunga Floating
%
Tenor KPR
thn
max 25 thn

Ragam Simulasi Kepemilikan Rumah

Simulasi KPR

Hitung estimasi cicilan KPR hunian impian Anda di sini!

Simulasi Take Over KPR

Pindah KPR bisa hemat cicilan rumah. Hitung secara mudah di sini!
Hide Ads