Pemerintah menghadapi berbagai tantangan dalam penyediaan rumah terjangkau, khususnya bagi masyarakat di perkotaan. Hal itu karena adanya keterbatasan lahan untuk menyediakan hunian yang terjangkau.
"Tantangan terbesar bagi pemerintah itu sebenarnya adalah mengatasi backlog rumah di perkotaan karena lahannya mahal, biaya hidup tinggi, jadi kalau melibatkan intervensi subsidi pemerintah pasti subsidi yang disiapkan sangat tinggi," tutur Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip dalam Webinar Prospek dan Tantangan Pembiayaan Perumahan Rakyat, Khususnya Masyarakat Berpenghasilan Kecil (MBR) secara virtual, Selasa (11/7/2023).
Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, ada sekitar 12,71 juta backlog atau kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan rumah. Dari angka tersebut, sekitar 10 juta backlog terjadi di perkotaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak tahun 2015, pemerintah memang memiliki Program Sejuta Rumah (PSR) untuk mengatasi backlog perumahan. Adapun, hingga 2022, realisasi program tersebut sudah mencapai 7,99 juta rumah. Namun, hal itu masih belum cukup dalam menyediakan rumah, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Terlebih lagi, saat ini tengah terjadi peningkatan demand atau permintaan perumahan walaupun dari sisi suplai mengalami perlambatan pertumbuhan. Setiap tahunnya, ada 700-800 keluarga baru yang membutuhkan rumah.
Menurut Sunarsip, permintaan masyarakat akan rumah memang terus terjadi. Untuk pemenuhan permintaan tersebut, para pengembang mulai menjual rumah-rumah yang memang sudah dibangun tetapi belum terjual karena adanya pandemi COVID-19. Sebab, para pengembang atau kontraktor tidak membangun rumah selama pandemi COVID-19.
Di sisi lain, pemerintah baru bisa mengentaskan angka backlog ini pada tahun 2045 dengan membangun 1,5 juta rumah setiap tahunnya. Apabila pemerintah ingin mempercepat pengentasan angka backlog, menurut Sunarsip pemerintah harus menyediakan 2 kali lebih banyak rumah dari tambahan keluarga baru.
"Maka dari itu diperlukan upaya-upaya atau inovasi untuk menjembatani antara keinginan masyarakat berpenghasilan rendah untuk punya rumah dengan kapasitas pemerintah yang juga terbatas," paparnya.
Salah satu hal yang dapat dilakukan yaitu adanya sinergi dan keterlibatan pendanaan, baik dari pemerintah pusat termasuk lembaga yang dibentuk pemerintah seperti Bank Tanah, BP Tapera, BP3 (Badan Percepatan Penyediaan Perumahan), dengan pemerintah daerah, Bank Indonesia, OJK, industri perbankan dan lembaga keuangan, pengembang serta masyarakat.
(zlf/zlf)