Lewat Keputusan Menteri (Kepmen) PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menetapkan batasan harga jual rumah subsidi untuk rumah tapak tahun 2023-2024.
Dalam peraturan yang telah ditandatangani Menteri PUPUR Basuki Hadimuljono pada 23 Juni 2023 ini, batasan harga jual tertinggi dibagi menjadi lima wilayah.
Naiknya harga jual rumah subsidi tentunya merupakan kabar gembira bagi para pengembang. Namun, apakah masyarakat tetap akan membeli rumah subsidi meskipun harganya naik?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Wakil Ketua Umum Koordinator DPP Real Estat Indonesia (REI), Moerod, kenaikan harga jual rumah subsidi sudah diperkirakan oleh pemerintah dari berbagai sisi, termasuk kemampuan beli masyarakat. Maka dari itu, ia menilai masih akan ada masyarakat yang membeli rumah subsidi.
"Tentu rumah MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) ini, rumah subsidi ini adalah kebutuhan, baik di masyarakat, ya tentu ada, tetap ada pasarnya," tuturnya kepada detikcom belum lama ini.
Sekretaris Jenderal REI Hari Ganie juga mengamini hal tersebut. Menurutnya, selama masih ada kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan (backlog) rumah, maka pasar rumah subsidi akan terus ada.
"Dari segi pasar, dari segi demand kan tinggi, karena housing backlog kan tinggi, dan banyak orang yang butuh rumah," ungkapnya kepada detikcom.
Ia mengatakan, tak hanya di kota besar saja yang membutuhkan rumah, tetapi di kota-kota kecil pun juga membutuhkannya.
"Saya lihat, saya keliling Indonesia, bukan hanya di kota besar, di kota-kota menengah, kota kecil pun itu (rumah) MBR itu adalah rumah yang diidam-idamkan oleh masyarakat. Jadi (pasarnya) masih tetap ada," pungkasnya.
Untuk diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 60/PMK.010/2023. Aturan itu ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan rumah (availability), meningkatkan akses pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR (accessibility), menjaga keterjangkauan rumah yang layak huni (affordability), serta menjaga keberlanjutan program dan fiskal (sustainability).
"Fasilitas pembebasan PPN ini ditujukan untuk mendukung penyediaan setidaknya 230.000 unit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang ditargetkan oleh Pemerintah," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu dalam keterangan tertulis, dikutip dari detikFinance, Selasa (20/6/2023).
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Selain untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan rumah layak huni yang terjangkau bagi MBR, fasilitas pembebasan PPN juga disebut akan berdampak positif pada perekonomian nasional, termasuk terhadap investasi industri properti dan industri pendukungnya, penciptaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan konsumsi masyarakat.
PMK baru ini mengatur batasan harga jual maksimal rumah tapak yang diberikan pembebasan PPN menjadi antara Rp 162 juta sampai Rp 234 juta untuk 2023 dan antara Rp 166 juta sampai Rp 240 juta untuk 2024 di masing-masing zona.
Pada peraturan sebelumnya, batasan maksimal harga rumah tapak yang dibebaskan PPN adalah antara Rp 150,5 juta sampai Rp 219 juta. Kenaikan batasan ini mengikuti kenaikan rata-rata biaya konstruksi sebesar 2,7% per tahun berdasarkan Indeks Harga Perdagangan Besar.
"Sejak berlakunya Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan tahun 2010 lalu, sudah lebih dari dua juta masyarakat berpenghasilan rendah yang mendapatkan rumah subsidi. Pembaruan fasilitas Pembebasan PPN ini menjadi instrumen Pemerintah untuk menambah lagi jumlah rumah yang disubsidi sehingga lebih banyak masyarakat yang dapat membeli rumah layak huni dengan harga terjangkau," tutur Febrio.
Selain dari sisi harga, pemerintah juga menjamin kelayakan hunian dengan mematok luas minimum bangunan rumah dan tanah yang diberi fasilitas. Dengan demikian, terdapat lima persyaratan agar masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas untuk rumah umum ini, yakni:
(1) Luas bangunan antara 21-36 m2;
(2) Luas tanah antara 60-200 m2;
(3) Harga jual tidak melebihi batasan harga dalam PMK;
(4) Merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kriteria MBR, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu empat tahun sejak dimiliki, dan
(5) Memiliki kode identitas rumah yang disediakan melalui aplikasi dari Kementerian PUPR atau BP Tapera.
Rincian harga rumah subsidi yang baru ada di halaman selanjutnya.
Untuk wilayah Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Sumatra (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai) untuk tahun 2023 sebesar Rp 162 juta dan mulai tahun 2024 sebesar Rp 166 juta.
Lalu, untuk wilayah Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu) pada tahun 2023 sebesar Rp 177 juta dan mulai tahun 2024 sebesar Rp 182 juta. Untuk wilayah Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas) sebesar Rp 168 juta untuk tahun 2023 dan mulai tahun 2024 sebesar Rp 173 juta.
Selanjutnya, untuk wilayah Maluku, Maluku Utara, Bali dan Nusa Tenggara, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Mahakam Ulu untuk tahun 2023 sebesar Rp 181 juta dan mulai tahun 2024 sebesar Rp 185 juta.
Sementara wilayah Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya dan Papua Selatan untuk tahun 2023 sebesar Rp 234 juta dan mulai tahun 2024 sebesar Rp 240 juta.