Sebuah kos-kosan berlubang karya anak bangsa di Surabaya pernah mendapat pengakuan internasional beberapa waktu lalu. Berbeda dari kebanyakan kos-kosan, bangunan ini mengusung konsep yang unik, salah satunya dengan menggunakan sejumlah tembok berlubang.
Melansir dari Kemenparekraf, Selasa (9/7/2024), Biophilic Boarding House merupakan bangunan karya Andy Rahman Architect yang berupa kos-kosan bolong. Karya ini berhasil masuk dua kategori penghargaan internasional, yakni finalis World Architecture Festival 2016 di Berlin dan nominasi Building of The Year 2017.
Kos-kosan tersebut dibuat dengan sirkulasi udara yang baik, sehingga lebih sehat dan nyaman bagi penghuninya. Selain itu, Biophilic Boarding House juga ramah lingkungan karena meminimalisir penggunaan AC.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Dikutip dari Archdaily, kos-kosan di Surabaya ini dirancang oleh Andy Rahman bersama tim yang terdiri dari Imam Prasetyo, Reni D. Rahayu, Fathoni, dan M. Ubay. Sedangkan tim kontraktor sipil yang membangun kos-kosan tersebut adalah Griya Karya Mandiri.
Desain arsitektur ini sengaja dibuat untuk menjawab isu kontemporer yang berkembang di komunitas arsitektur, khususnya isu bioklimatik dan biofilik. Arsitektur bioklimatik pada bangunan ini disesuaikan dengan iklim tropis.
Sementara arsitektur biofilik untuk mempererat hubungan manusia dengan alam. Lalu, bangunan dirancang dengan memandang manusia sebagai benda hidup yang patut diperlakukan secara manusiawi dan proporsional.
Isu bioklimatik terlihat pada penggunaan material panel atau dinding yang berlubang pada sebagian besar rumah. Karakteristik ini membuat bangunan tampak seperti bernafas layaknya makhluk hidup dengan memungkinkan cahaya dan udara mengalir masuk dan keluar dengan bebas.
Kemudian, ada tambahan bukaan di samping dan belakang rumah untuk mengoptimalkan cahaya dan udara. Bukaan ini berguna untuk menambah sirkulasi udara dan pencahayaan alami.
![]() |
Pendekatan ramah lingkungan banyak diterapkan dalam pembangunan Biophilic Boarding House. Salah satunya dari pemilihan material yang banyak menggunakan barang daur ulang, seperti peti kayu bekas untuk pintu dan furniture.
Dengan prinsip daur ulang ini, bangunan ini dibuat dengan lebih hemat biaya dan sumber daya. Sedangkan secara biofilik, kos-kosan ini tidak mencari keuntungan hanya dengan memaksimalkan kamar yang disewakan, namun menyediakan ruang komunal bagi para penghuninya, untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan bersosialisasi satu sama lain.
Penggabungan ide bioklimatik dan biofilik, serta prinsip anggaran dan pemeliharaan yang rendah, menjadikan hunian ini lebih sadar iklim dan manusiawi. Terlebih dengan menekankan keberadaan dan kelangsungan hidup manusia di bumi yang semakin padat tanpa meninggalkan sisi kemanusiaan.
(dhw/dna)