Di Magelang, Jawa Tengah terdapat sebuah bangunan unik bernama Rumah Doa Bukit Rhema. Dengan arsitekturnya yang ikonik itu, rumah doa ini dikenal juga dengan sebutan Gereja Ayam.
Julukan Gereja Ayam yang disematkan pada bangunan ini sebenarnya salah kaprah. Padahal sebetulnya, bentuk Bukit Rhema itu menyerupai burung merpati dan terdapat makna khusus di balik arsitekturnya yang khas.
Sejarah Berdirinya Bukit Rhema
Dikutip dari situs resminya, Bukit Rhema dibangun pada 1992 oleh Daniel Alamsjah. Ia mengklaim mendapat ilham pada 1988 untuk membangun rumah doa bagi semua umat agama di lokasi Bukit Rhema didirikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut cerita William Wenas, putra Daniel dalam catatan detikTravel, ayahnya itu memperoleh mimpi aneh pada 1988. Di dalam mimpinya, ia diminta untuk mendirikan rumah doa di suatu perbukitan yang dirinya pun tidak tahu di mana letaknya.
Mimpi yang diterimanya tidak hanya sekali, tapi sampai beberapa kali. Hingga akhirnya, Daniel berwisata ke kawasan Borobudur.
Di sana, ia berpapasan dengan pemuda setempat yang juga penyandang disabilitas tuna wicara. Setelah berkomunikasi dengannya, pemuda itu hendak mengambil kayu di perbukitan Dusun Gombong, Desa Kembanglimus, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang,
Saat Daniel mengikuti pemuda itu, ternyata ia sampai di lokasi bukit yang sama dengan bukit di dalam mimpinya itu. Kemudian ia memutuskan untuk berdoa sampai dirinya menerima semacam wahyu untuk membangun rumah doa di sana.
Daniel lalu memantapkan diri untuk mendirikan sebuah rumah doa di bukit yang dinamai dengan Bukit Rhema, yang berarti "firman yang hidup".
Keunikan Arsitektur Bukit Rhema
Bukit Rhema memiliki arsitektur yang unik. Banyak orang mengira bangunannya berbentuk ayam lantaran terdapat konstruksi mirip jengger ayam di atasnya. Karena itu, rumah doa ini dikenal dengan Gereja Ayam.
Padahal, bangunan Bukit Rhema menyerupai burung merpati. Bentuk di atasnya bukanlah jengger melainkan mahkota. Arsitektur merpati dipilih lantaran merupakan simbol perdamaian dan roh kudus.
Bangunan Bukit Rhema memiliki 7 lantai dan setiap lantainya memiliki filosofi khusus. Mulai dari menceritakan perjalanan spiritual manusia, makna doa, kebaikan Tuhan, mukjizat, dan keragaman budaya di Indonesia.
Adapun di lantai basement terdapat sekitar 26 ruangan berukuran 2 x 2 meter dan 2 x 6 meter. Ruang-ruang tersebut dapat dipergunakan sebagai tempat doa pribadi untuk siapa saja.
Naik ke lantai mahkota, terdapat sejumlah lukisan pakaian adat dari berbagai daerah maupun mural berisi pesan untuk menjauhi narkoba. Ini karena Bukit Rhema tidak hanya dimanfaatkan sebagai tempat ibadah, tapi juga panti rehabilitasi.
Di bagian ekor bangunannya terdapat kafe yang dapat dikunjungi untuk menikmati menu, antara lain kopi dan singkong goreng.
Bukan hanya wisatawan lokal, turis dari Eropa juga banyak yang mendatangi 'Gereja Ayam' ini. Mereka datang karena kagum dengan arsitektur ikoniknya. Di sisi lain, konstruksi bangunan ini tanpa pilar di bagian tengahnya.
Sesuai visi awal, Bukit Rhema didirikan untuk menjadi rumah doa bagi seluruh umat bangsa. Namun banyak yang menyebut bangunan tersebut adalah gereja, padahal sebetulnya bukan.
"Mungkin masyarakat mengkaitkan bahwa pemilik adalah seorang kristiani sehingga rumah doa ini adalah gereja. Tapi sebenarnya ini rumah doa untuk semua agama, tanpa terkecuali," ujar William Wenas, dikutip dari catatan detikTravel.
(azn/fds)