Rumah adat Betawi mempunyai tampilan khas dengan elemen yang senantiasa menghiasi dan memenuhi fungsi rumah. Keunikan hunian masyarakat Betawi biasanya terlihat dari segi pemilihan warna dan ornamennya.
Bukan tanpa sebab, beberapa elemen pada rumah adat Betawi ternyata menyimpan nilai filosofis yang menarik. Hal tersebut banyak dipengaruhi kepercayaan orang terdahulu serta Agama Islam.
Berikut adalah makna di balik elemen-elemen yang biasa ditemui dan identik dengan rumah adat Betawi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warna
Pada dasarnya warna rumah adat Betawi adalah coklat yang merepresentasikan warna tanah. Masyarakat Betawi meyakini manusia berasal dari tanah, sehingga warna tersebut dijadikan warna dasar rumah.
"Dia (manusia) melakukan aktivitas kehidupannya sejak lahir sampai kepada dia meninggal di atas tanah. Dan ketika dia sudah meninggal dunia, dia akan masuk lagi ke dalam tanah, akan dikuburkan masuk ke dalam tanah," ujar Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra kepada detikcom, Rabu (28/2/2024).
Kemudian, warna dasar itu dapat ditambah dengan warna lainnya yang mengandung makna tersendiri bagi masyarakat Betawi. Menurut keyakinan mereka, warna hijau menandakan keteguhan hati, kesabaran, dan kesuburan.
Lalu, warna putih bermakna kelembutan, keibuan, kesabaran, dan kesejukan. Sementara warna hitam berarti keteguhan hati dan warna kuning adalah kemuliaan. Kemudian, merah merupakan warna keberanian serta menggambarkan cita-cita dan harapan.
Ukiran
Rumah adat Betawi biasanya dihiasi dengan ukiran bunga atau kembang di berbagai sisi, terutama di atas pintu depan rumah. Ukiran bunga melambangkan harapan, keinginan, dan cita-cita bagi penghuni rumah.
"Dengan adanya ukiran-ukiran kembang itu, diharapkan kita senantiasa bercermin kepada keharuman. Jadi harus harum itu kan yang paling disukai oleh Yang Maha Kuasa," katanya.
Selain itu, Yahya menyebutkan peletakan bunga-bunga juga bermakna rumah seharusnya menjadi sumber keharuman, sehingga jangan sampai terkesan kusam dan seram. Keharuman juga menciptakan keseimbangan hidup yang harus senantiasa dijaga.
"Misalnya itu di atas pintu kita, pintu pertama itu kan sedang ada kaca patri atau ukiran yang sebetulnya itu kembang matahari. Kembang matahari digambarkan seperti itu sebetulnya siklus hidup manusia," ungkapnya.
Gigi Balang
Gigi balang merupakan ornamen berbentuk segitiga yang terinspirasi dari bentuk gunung yang diletakan di sepanjang pinggir atap rumah. Menurut masyarakat Betawi, gigi balang menggambarkan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Hubungan antara manusia yang senantiasa berkomunikasi sebagai sama. Lalu, hubungan manusia dengan alam termasuk flora dan fauna yang memberi manfaat untuk kehidupan. Kemudian, hubungan manusia dengan Tuhan dalam bentuk peribadatan.
Langkan
Langkan merupakan pembatas ruang publik dengan semi publik yang letaknya di teras rumah. Bentuknya yang unik menghiasi tampilan luar rumah ternyata melambangkan perlindungan.
"Fungsinya untuk menjaga supaya orang nggak sembarangan bisa masuk ke rumah itu. Kemudian juga dia sebagai ragam hias, yang mempercantik dari rumah," tuturnya.
Tiang Guru
Masyarakat Betawi meyakini filosofi 'empat kelima pancer' dalam membangun rumah. Berdasarkan filosofi ini, sebuah rumah harus punya empat tiang utama yang melambangkan empat penjuru mata angin. Sementara yang kelima adalah penghuni rumah yang menjadikan rumah bermanfaat, bercahaya, dan memiliki harapan.
"Kalau kita didirikan rumah, tiang yang paling utama itu disebut tiang guru. Itu dasar dari segi empat yang menjadi pokok. Nanti pada tiang guru-tiang guru itulah ditambah tiang-tiang lain sesuai fungsinya," jelasnya.
Balak Suji
Beberapa rumah adat Betawi di daerah pesisir atau pertanian biasanya berbentuk panggung ataupun meninggikan rumah. Untuk itu, terdapat tangga yang menghubungkan rumah dengan daerah luar yang disebut balak suji.
"Balak suji ini juga maknanya sebagai penolak bala. Jadi dia (penghuni rumah) nggak lompat turun dari rumahnya. Oleh karena itu harus ada tangga," ucap Yahya.
Adapun jumlah anak tangga pada rumah adat Betawi biasanya berjumlah ganjil. Mereka meyakini Tuhan menyukai angka-angka ganjil, sehingga diterapkan dalam keseharian dan tempat tinggal.
Kaligrafi
Masyarakat Betawi kerap menghiasi rumah adat dengan menggantungkan kaligrafi berupa rajah dan wafak serta surat dari Al-Qur'an sebagai lambang penahanan dari unsur jahat yang mau menyerang rumah.
"Kaligrafi yang berupa rajah, berupa wafak. Wafak atau rajah itu yang mencegah makhluk halus jahat yang ingin mengganggu ketertiban yang ada di rumah itu," imbuhnya.
(abr/abr)