Rumah tradisional asal Aceh ini dinilai tahan terhadap gempa bumi. Meski kini tak lagi banyak yang membangun Rumoh Aceh, detikers masih bisa melihatnya di Kompleks Museum Aceh.
Proses pembuatan rumah berbentuk panggung ini seluruhnya menggunakan kayu. Dari segi konstruksi, penempatan tiang rumah menyebabkan pembagian ruang rumah Aceh pada umumnya terdiri tiga ruang bertiang 16 atau lima ruang bertiang 24. Kayu yang dipakai pun jenis terbaik sehingga rumah Aceh mampu bertahan hingga ratusan tahun.
"Kayu yang dipakai untuk membuat rumah itu menggunakan kayu seumantok," kata budayawan Majelis Adat Aceh (MAA) Tarmizi Abdul Hamid saat berbincang dengan detikcom, beberapa waktu lalu, dikutip dari detikNews, Selasa (15/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Tarmizi, konstruksi rumah Aceh saling kait-mengait. Tiang rumah biasa terbuat dari kayu kokoh, sementara lantai serta tiang-tiang rumah Aceh juga dari kayu.
Untuk mempererat kayu-kayu itu, nenek moyang orang Aceh tidak menggunakan paku, besi atau pun beton. Tapi kayu lubangi, dipahat dan kemudian diberi pengait.
Teknik saling kait-mengait ini punya tujuan tersendiri. Salah satunya untuk meredam getaran. Dengan menggunakan konstruksi seperti ini, rumah Aceh tahan terhadap goyangan dan tidak mudah roboh akibat gempa.
"Bukan orang Aceh tidak mampu buat rumah beton dahulu. Tapi karena Aceh dikepung oleh bencana gempa (makanya rumah kayu)," jelas pria yang akrab disapa Cek Midi ini.
Untuk membuktikan rumah Aceh tahan terhadap gempa, pernah dilakukan uji secara laboratorium melalui miniatur kecil dan perhitungan program SAP 2000. Widosari dalam jurnal ilmiahnya "Mempertahankan Kearifan Lokal Rumoh Aceh dalam Dinamika Kehidupan Masyarakat Pasca Gempa dan Tsunami" pernah mengulas soal ketangguhan rumah Aceh.
Berdasarkan uji coba tersebut, diperoleh hasilnya yaitu rumah Aceh terbukti mampu bertahan dari gempa karena struktur utama yang kokoh dan elastis. Kunci kekokohan dan keelastisan ini terletak pada hubungan antar struktur utama yang saling mengunci, hanya dengan pasak, tanpa paku, serta membentuk kotak tiga dimensional yang utuh (rigid).
"Keelastisan ini menyebabkan struktur bangunan tidak mudah patah, namun hanya terombang-ambing ke kanan kiri yang kemudian kembali tegak atau pun bangunan terlikuifaksi (terangkat ke atas) yang kemudian mampu jatuh kembali ke tempat semula," tulis Widosari dalam jurnal yang dipublikasi Local Wisdom.
Menurutnya, saat gempa bangunan jika bergeser pun hanya beberapa sentimeter saja dan dalam keadaan utuh. Sebuah pondasi batu utuh yang hanya ditanam sedikit lima sentimeter juga memperlentur pergerakan keseluruhan bangunan sesuai dengan pergerakan tanah.
"Demikianlah, tiga komponen struktur utama yang menjadi pusat kekokohan bangunan meliputi pondasi (komponen kaki) sebagai pusat beban bangunan terbesar, kemudian tiang dan balok antar tiang (komponen badan) sebagai penyalur beban dari atas dan dari samping, serta rangka atap (komponen kepala) sebagai penyangga beban elemen paling atas bangunan dan dari samping atas," ulasnya.
Simak Video "Jokowi Tinjau Lokasi Relokasi Pembangunan Rumah Tahan Gempa Cianjur"
[Gambas:Video 20detik]