No Music For Genocide, Satu Lagi Musisi Tarik Katalog Musik dari Israel
Gerakan ini mengajak para musisi dan label untuk memboikot Israel lewat jalur budaya, sebagai bentuk protes atas genosida di Gaza, Palestina.
"Sebisa mungkin, estate (keluarga/ahli waris) telah menghapus atau mengajukan permintaan resmi kepada label untuk menghapus musik Ryuichi Sakamoto dari seluruh layanan digital streaming dan unduhan (DSP) di Israel. Untuk sebagian besar katalognya, langkah ini sudah mulai berlaku," demikian pernyataan estate seperti dilansir laman NME, Selasa (21/10/2025).
Kampanye No Music For Genocide juga menekan tiga label besar dunia, Sony, Universal Music Group (UMG), dan Warner, agar melakukan hal yang sama. Aktivis di balik gerakan ini mengingatkan kalau label-label itu pernah menangguhkan operasional di Rusia sebulan setelah invasi ke Ukraina, jadi langkah serupa di kasus Palestina seharusnya juga bisa dilakukan.
Beberapa nama besar lebih dulu ikut bergabung, mulai dari Massive Attack, Fontaines DC, Amyl & The Sniffers, Kneecap, sampai Paramore, Rina Sawayama, Primal Scream, Faye Webster, Japanese Breakfast, Yaeji, dan King Krule. Dukungan juga datang dari deretan musisi besar lain kayak Bjork, Lorde, IDLES, MUNA, Paloma Faith, Clairo, Wolf Alice, Lucy Dacus, dan AURORA.
Dalam pernyataannya, pihak No Music For Genocide menegaskan kampanye ini bukan cuma soal musik, tapi soal kemanusiaan, memperkuat seruan boikot, divestasi, dan sanksi terhadap Israel. Mereka percaya, perdamaian sejati hanya bisa dicapai lewat keadilan.
Ryuichi Sakamoto meninggal dunia pada 2023 dalam usia 71 tahun. Ia dikenal sebagai salah satu pionir musik elektronik lewat grup Yellow Magic Orchestra, dan juga komposer di film legendaris seperti The Last Emperor, Merry Christmas Mr. Lawrence, dan The Revenant.
Dalam obituari yang ditulis oleh NME, Sakamoto disebut sebagai sosok yang tak tergantikan, seniman sejati yang terus menjembatani pop, klasik, dan suara kemanusiaan lewat musiknya.
(dar/wes)











































