Pandji Pragiwaksono Akui Joke Soal Budaya Toraja Ignorant
Pandji akhirnya buka suara lewat unggahan di Instagram, Selasa (4/11). Ia mengakui kesalahannya karena kurang memahami saat menyampaikan guyonan itu.
"Dari obrolan itu, saya menyadari bahwa joke yang saya buat memang ignorant, dan untuk itu saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Toraja yang tersinggung dan merasa dilukai," kata Pandji Pragiwaksono.
Dia mengaku sudah berdialog lewat telepon dengan Rukka Sombolinggi, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), untuk memahami betapa dalamnya nilai budaya Toraja.
"Dalam pembicaraan kami lewat telepon, Ibu Rukka menceritakan dengan sangat indah tentang budaya Toraja tentang maknanya, nilainya, dan kedalamannya," ujarnya.
Soal proses hukum, ternyata bukan cuma satu. Pandji sedang menghadapi dua jalur sekaligus: hukum negara dan hukum adat.
"Saat ini ada dua proses hukum yang berjalan... penyelesaian secara adat hanya dapat dilakukan di Toraja."
Pandji menyebut Rukka sudah bersedia menjadi mediator dengan perwakilan dari 32 wilayah adat Toraja. Namun bila karena waktu tidak memungkinkan, ia siap menjalani jalur hukum negara.
Gak cuma minta maaf, Pandji juga bilang kejadian ini jadi titik belajar penting buat dirinya sebagai komika.
"Saya akan belajar dari kejadian ini, dan menjadikannya momen untuk menjadi pelawak yang lebih baik, lebih peka, lebih cermat, dan lebih peduli."
Meski begitu, ia berharap kasus ini tidak membuat komika takut mengangkat tema budaya.
"Yang penting bukan berhenti membicarakan SARA, tapi bagaimana membicarakannya tanpa merendahkan atau menjelek-jelekkan," urainya.
Sebelumnya, Aliansi Pemuda Toraja resmi melaporkan Pandji ke Bareskrim Polri atas dugaan penghinaan adat.
Prilki Prakasa Randan, perwakilan organisasi tersebut, menilai ucapan Pandji mengandung rasisme kultural dan diskriminasi berbasis etnis.
Menurut mereka, materi itu dianggap merendahkan ritual adat Rambu Solo yang punya makna besar bagi masyarakat Toraja-mulai dari urusan spiritual, sosial, hingga warisan leluhur.
(dar/dar)











































