Pernyataan Lengkap Pandji Pragiwaksono soal Joke Singgung Masyarakat Toraja
    
            Melalui postingan di media sosial, komika 46 tahun itu mengaku berdiskusi langsung dengan Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Dari dialog itu, Pandji memahami apa yang ia anggap sebagai bahan komedi ternyata memiliki makna budaya yang sangat dalam bagi masyarakat Toraja.
Pandji juga menegaskan dirinya siap bertanggung jawab atas ucapan di panggung 11 tahun lalu itu, baik melalui jalur adat maupun jalur hukum negara.
Ia menyatakan kesediaannya bertemu perwakilan 32 wilayah adat Toraja bila difasilitasi. Namun jika secara waktu tidak memungkinkan, Pandji tetap menghormati proses hukum negara yang berjalan.
Berikut pernyataan lengkap dari Pandji Pragiwaksono terkait joke singgung masyarakat Toraja.
Selamat pagi, Indonesia.
Terutama untuk masyarakat Toraja yang saya hormati.
Dalam beberapa hari terakhir, saya menerima banyak protes dan kemarahan dari masyarakat Toraja terkait sebuah joke dalam pertunjukan Mesakke Bangsaku tahun 2013. Saya membaca dan menerima semua protes serta surat yang ditujukan kepada saya.
Tadi malam, saya berdialog dengan Ibu Rukka Sombolinggi, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Dalam pembicaraan kami lewat telepon, Ibu Rukka menceritakan dengan sangat indah tentang budaya Toraja-tentang maknanya, nilainya, dan kedalamannya. Dari obrolan itu, saya menyadari bahwa joke yang saya buat memang ignorant, dan untuk itu saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Toraja yang tersinggung dan merasa dilukai.
Saat ini ada dua proses hukum yang berjalan: proses hukum negara, karena adanya laporan ke kepolisian, dan proses hukum adat. Berdasarkan pembicaraan dengan Ibu Rukka, penyelesaian secara adat hanya dapat dilakukan di Toraja.
Ibu Rukka bersedia menjadi fasilitator pertemuan antara saya dengan perwakilan dari 32 wilayah adat Toraja. Saya akan berusaha mengambil langkah itu. Namun bila secara waktu tidak memungkinkan, saya akan menghormati dan menjalani proses hukum negara yang berlaku.
Saya akan belajar dari kejadian ini, dan menjadikannya momen untuk menjadi pelawak yang lebih baik-lebih peka, lebih cermat, dan lebih peduli.
Saya juga berharap kejadian ini tidak membuat para komika berhenti mengangkat nilai dan budaya dalam karya mereka. Menurut saya, anggapan bahwa pelawak tidak boleh membicarakan SARA kurang tepat. Indonesia adalah negara dengan keragaman luar biasa: suku, agama, ras, dan antargolongan adalah bagian dari jati diri bangsa ini.
Yang penting bukan berhenti membicarakan SARA, tapi bagaimana membicarakannya tanpa merendahkan atau menjelek-jelekkan.
Semoga para komika di Indonesia terus bercerita tentang adat dan tradisi bangsa ini-dengan cara yang lebih baik, lebih bijak, dan lebih menghormati.
Terima kasih.
        
        
(dar/ass)











































