Ade Jigo Duga Ada Kejanggalan soal Putusan Eksekusi Tanah dan Rumah Ortu

Kuasa hukum Ade Jigo, Firman Hasurungan, menilai adanya kejanggalan dalam peninjauan kembali yang membuat putusan rumah dan tanah warisan keluarga Ade Jigo digusur.
"Ini adalah error in objecto. Jadi, apa yang didalilkan oleh si penggugat dulu di tahun 1992 di dalam gugatannya, dan ditolak gugatannya di gugatan yang pertama sampai kasasi itu ditolak semua. Kenapa? Karena memang objeknya itu tidak tahu di mana," kata Firman Hasurungan kepada detikcom melalui sambungan telepon, Senin (2/9/2024).
Firman Hasurungan menyebut adanya dugaan kelalaian dari majelis hakim karena memutus perkara di mana objek yang dimaksud berbeda dengan yang telah dieksekusi.
"Nah, ini kan bagaimana Majelis Hakim bisa lalai. Majelis Hakim PK itu bagaimana bisa lalai memeriksa perkara sehingga dengan gampangnya memutus suatu perkara yang mana objeknya bukanlah di situ. Ini kan luar biasa," ujar Firman Hasurungan.
Atas dasar hal tersebut, pihak Ade Jigo kembali merencanakan langkah hukum untuk menindaklanjuti perkara ini. "Maka dari itu, kita untuk upaya hukum biasa itu sudah tidak bisa. Makanya kita nanti akan melakukan upaya-upaya hukum diluar hukum acara perdata," pungkasnya.
Eksekusi tanah dan rumah warisan orang tua Ade Jigo terjadi pada Kamis (4/7/2024). Meski sudah berusaha menghalangi, pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tetap melakukan penggusuran.
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tumpanuli Marbun, menjelaskan bahwa perintah eksekusi dilakukan berdasarkan dari putusan Peninjauan Kembali.
"Jadi pelaksanaan eksekusi itu didasarkan pada adanya putusan Peninjauan Kembali nomor 682/PK/2022 yang dimenangkan oleh pemohon eksekusi sekarang yaitu nyonya Martha Merry Nasiboe," kata Tumpanuli Marbun saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/7/2024).
Diketahui permasalahan sengketa tanah ini sudah bergulir sejak 1993 lalu hingga pada akhirnya dilakukan eksekusi pada hari ini.
"Perkara sudah ada sejak tahun 1993 dengan perkara nomor 397/Pdt.G/1993 kemudian putusan Pengadilan Tinggi nomor 115/Pdt.G/2000, kemudian putusan Mahkamah Agung nomor 1882/K/Pdt/2008," terang Tumpanuli Marbun.
Ade Jigo mengatakan kalau pihaknya sudah menggugat soal penolakan eksekusi. Namun menurut Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hal tersebut tetap tidak bisa membatalkan eksekusi terkecuali ada pembuktian dari pihak ketiga.
"Bantahan tersebut sampai saat ini belum diperiksa dan bantahan tersebut tidak menghalangi pelaksanaan eksekusi," tutur Tumpanuli Marbun.
"Terlebih yang melakukan permohonan itu adalah orang-orang termohon eksekusi, beda halnya kalau perlawanan itu dilakukan oleh pihak ketiga dengan alasan hak milik," tukasnya.
Pihak pengadilan juga mengungkapkan kalau kedatangannya bersama BPN (Badan Pertanahan Nasional) untuk pengukuran tanah sengketa sempat ditolak. Oleh karena itu, pengukuran dilakukan melalui GPS dan hal tersebut dapat dilakukan menurut pihak BPN.
(pus/dar)