Keluarga Nirina Zubir diwakili kakak dan suaminya, yakni Fadlan Karim dan Ernest Fardiyan Syarif bicara soal adanya gugatan dari 3 pembeli tanah eks ART, Riri Khasmita. Pihak Nirina Zubir menjadi turut tergugat atas gugatan yang dilayangkan 3 orang itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Fadlan mengatakan menjadi turut tergugat karena dirinya yang membuat laporan. Tiga orang yang mengaku membeli tanah dari Riri Khasmita tak terima sertifikat tanah mereka dibatalkan Badan Pertahanan Nasional (BPN) setelah sertifikat milik ibunda Nirina Zubir, Cut Indria Marzuki, diduga digelapkan dan dibalik nama oleh Riri Khasmita diserahkan kembali ke keluarga.
"Karena saya sendiri merasa ini kan yang digugat pihak ketiga, BPN, karena saya yang membuat laporan jadi saya turut digugat. Dan selain dari BPN ini ada pihak kepolisian yang digugat sama mereka. Nah dari pihak kepolisian ini saya lupa dari pihak si Riri atau dari pihak ketiga yang membeli selain kepolisian, BPN, ada lagi kejaksaan yang mereka (gugat). Saya merasa diserang berlapis-lapis," kata Fadlan di kawasan Cakung, Jakarta Timur.
Kakak Nirina Zubir itu bicara soal kerugian. Fadlan mengatakan keluarganya juga korban dan mengalami kerugian sama seperti Jasmaini, Muhammad Fachrozy, dan Musaroh yang membeli tanah dari Riri Khasmita.
Tanah yang dijual kepada tiga orang itu adalah hasil dari akal-akalan Riri Khasmita memanfaatkan ibunda Fadlan dan Nirina Zubir. Sertifikat milik ibunda mereka digelapkan dan dibalik nama oleh Riri Khasmita diam-diam.
"Dibilang dirugikan kami juga merasa paling dirugikan. Kalau dibilang korban, kami juga korban," ucap Fadlan.
Fadlan merasa tiga orang pembeli tanah Riri Khasmita salah tujuan bila turut menggugat pihaknya.
"(Harusnya) yang digugat bukan kami, yang dituntut para penjahat-penjahat yang sudah terbukti salah yang harus diperkarakan. Kami kan korban juga. Jadi kalau korban nuntut ke pihak korban, ya menurut saya itu salah tujuan saja," tegas Fadlan.
Suami Nirina Zubir, Ernest, mengatakan pihaknya memang belum melakukan mediasi kepada tiga penggugat tersebut. Mereka berinisiatif untuk mediasi karena merasa sama-sama dirugikan dan menjadi korban Riri Khasmita.
Riri Khasmita dan suami saat ini sudah dipenjara. Mereka divonis bersalah menggelapkan aset tanah milik ibunda Nirina Zubir.
"Kita belum sempat mediasi apa pun karena kami masih fokus ke empat sertifikat tanah yang dialihkan kembali ke keluarga ini, jadi memang untuk kasus yang berikutnya memang masih ada agenda sidang. jadi memang baru pelaporan, kami pun baru tahu di minggu lalu terhadap pihak ketiga," kata Ernest.
"Mungkin dalam waktu dekat kami akan melakukan proses mediasi untuk ngobrol dengan pihak ketiga ini karena kalau bilang dirugikan ya kami merasa sangat dirugikan. Jauh lebih besar dirugikannya," tegas Ernest.
Tiga orang yang mengaku pembeli tanah dari Riri Khasmita, yakni Jasmaini, Muhammad Fachrozy, dan Musaroh, melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap Kantor Wilayah Badan Pertahanan Nasional (Kanwil BPN) DKI Jakarta.
Mereka semua berprofesi sebagai pedagang di Tanah Abang, melayangkan gugatan ke PTUN pada 10 Juni 2024. Ketiganya berani melayangkan gugatan karena merasa memiliki hak atas tanah yang sertifikat hak miliknya telah diterbitkan oleh BPN berdasarkan pembelian beritikad baik pada Tahun 2018.
Pembelian tanah tersebut diakui diperoleh dengan cara yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dengan alas hak jual beli yang dibeli oleh ketiga orang tersebut dari Riri Khasmita.
Sertifikat dari tanah yang mereka beli atas nama Riri Khasmita dibatalkan sepihak oleh Kanwil BPN DKI Jakarta. Namun, pembatalan itu mereka dapat hanya dari surat pemberitahuan dan surat keputusan Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta.
Kuasa hukum tiga orang tersebut dari Kantor Hukum Rikardo Lumbanraja Associate, pembatalan terhadap 4 sertifikat milik ketiga kliennya dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan perbuatan dalam tindakannya menerbitkan keputusan Tata Usaha Negara.
Simak Video "Video: Heboh Pernikahan Anak di Lombok Berujung Ortu Pengantin Dipolisikan"
(pus/aay)