2025 ternyata jadi tahun yang pahit buat banyak penggemar musik di dunia. Bukan karena konser batal atau album ditunda, tapi karena para peretas alias hacker sukses menipu fans musik dengan skala yang bikin geleng-geleng kepala: lebih dari USD 5 miliar raib begitu saja.
Modusnya pun makin canggih. Para pelaku menyamar sebagai penyanyi papan atas dunia seperti Taylor Swift, Sabrina Carpenter, hingga deretan nama besar lain dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI). Hasilnya penipuan terasa makin meyakinkan dan makin susah dibedakan dari akun asli.
Mengutip laporan Billboard, Rabu (17/12/2025), perusahaan keamanan media sosial Spikerz memperkirakan total uang yang berhasil dikantongi para penipu mencapai USD 5,3 miliar atau sekitar Rp 83 triliun hanya dalam satu tahun.
Semua itu dilakukan lewat peniruan berbasis AI di platform besar seperti X, TikTok, dan Instagram.
Laporan tersebut juga menyoroti fakta media sosial kini bukan cuma tempat promosi, tapi sudah berubah jadi zona rawan bagi penipuan digital. Dengan teknologi AI yang berkembang cepat, penipuan makin sulit dilacak dan makin licin menghindari deteksi.
"Platform sosial telah menjadi titik penghubung terpenting antara artis dan audiens mereka, dan oleh karena itu, menjadi yang paling rentan," kata konsultan Spikerz, Scott Cohen.
"Jika kita ingin artis berinovasi dan bereksperimen, kita harus memberi mereka lingkungan digital di mana mereka tidak terus-menerus diserang," lanjutnya.
Dalam laporan tersebut, Taylor Swift dan Sabrina Carpenter disebut sebagai dua artis yang paling sering dipakai identitasnya oleh para pelaku kejahatan siber.
Nama-nama lain yang masuk daftar 10 besar artis global paling sering ditiru termasuk Billie Eilish, BTS, Adele, Ed Sheeran, Lewis Capaldi, BLACKPINK, Ariana Grande, dan Drake.
Dampaknya jelas bukan cuma soal uang. Spikerz menegaskan penipuan ini juga menghantam reputasi artis secara serius.
"Ketika penggemar tertipu oleh akun palsu untuk membeli merchandise, tiket, atau pengalaman yang tidak ada, artis tidak hanya kehilangan pendapatan, tetapi juga menderita pukulan reputasi yang merusak penjualan dan keterlibatan di masa depan. Kerusakan merek yang diakibatkan dapat mengurangi nilai sponsor, kolaborasi, dan kemitraan label," sebut laporan itu.
Fenomena ini sebenarnya bukan barang baru, tapi skalanya makin gila. Tahun sebelumnya, Arctic Monkeys sempat jadi korban ketika seseorang berpura-pura menjadi agen band dan mengatur tur dunia palsu 2025.
Kasus serupa juga menimpa penggemar Oasis saat penjualan tiket tur reuni 2025 dibuka. Banyak fans tertipu tiket palsu, dengan rata-rata kerugian mencapai 346 poundsterling per orang.
Laporan terpisah dari Lloyds Bank bahkan menyebutkan fakta yang cukup mencengangkan: 90 persen penipuan tiket Oasis berawal dari iklan palsu di media sosial, dan kelompok usia 35-44 tahun jadi target paling empuk para penipu.
Simak Video "Video: Indonesia Posisi Pertama Sarang Hacker di Dunia"
(dar/dar)