Round Up

Giliran Perhimpunan Hotel dan Restoran Ngeluh soal Royalti

Pingkan Anggraini
|
detikPop
Ilustrasi musik atau lagu
Foto: Freepik/starline
Jakarta - Masalah royalti sampai saat ini belum kelar juga. Malah yang ada masalah masalah ini bikin pusing dan merembet kepada semua sektor.

Kali ini giliran Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haryadi B. Sukamdani. Dia buka suara soal ribut-ribut ini. Menurutnya, masalah pertama ada di transparansi.

"Ini kan lembaga yang ambil dana publik, tapi laporannya gak dibuka secara jelas. Ambil dana dari publik, tapi publik gak tahu detailnya," kata Haryadi saat ditemui di kawasan Jakarta, Rabu (13/8/2025).

Mengenai tarif, ia juga membahas soal rata-rata restoran yang dipungut Rp 120 ribu per kursi.

"Pertanyaannya, apakah itu mewakili semua pengguna? Belum tentu," ujarnya.

Ia juga menilai negara kurang hadir dalam permasalahan ini.

"Kayak semua dilepas ke LMKN. Padahal di undang-undang jelas, biaya pencatatan dan administrasi itu masuk ke Kementerian Hukum. Harusnya ada tanggung jawab dari negara," tegasnya.

PHRI sudah kasih panduan ke anggotanya, kalau mau mutar lagu, silakan bayar royalti. Kalau keberatan, ya matikan saja musiknya. Dan ternyata berimbas ke bisnis yang bikin lesu.

"Saya baru telepon ketua PHRI di Lombok, mereka bilang mood-nya hilang, apalagi untuk usaha kecil. Jadi sepi, gak ada musik," cerita Haryadi.

Dia juga minta sanksi pidana dihapus, cukup perdata saja.

"Ini urusan keperdataan, udah jelas. Kita gak mau ada kasus lagi kayak Mie Gacoan. Tafsir publik terhadap undang-undang ini liar sekali. Era medsos, apa-apa bisa bias. LMK juga kirim somasi ke mana-mana, tafsirnya beda-beda," katanya.

Nada protes soal transparansi ini ternyata juga datang dari kalangan musisi. Ariel NOAH, sempat blak-blakan bahwa hitungan royalti yang diterima dari LMKN cuma berupa file Microsoft Excel sederhana.

Armand Maulana, vokalis GIGI, langsung mengamini. Menurutnya, cara itu bikin LMKN terkesan gak transparan, apalagi buat industri musik yang nilainya miliaran.

Haryadi menutup dengan satu saran sederhana. "Begitu pemerintah gak hadir sosialisasi secara konkret, jadi abu-abu. Agar gak ada kasus lagi, kalau keberatan royalti mending matikan musiknya. Agar kisruh gak jalan terus!"

Tapi itu juga bukan berarti mereka menyerah. Saat ini, mereka juga lagi coba hubungi perwakilan VISI dan AKSI terkait kebingungan tersebut. Dalam waktu dekat ini, pihaknya juga mau berbicara ke DPR RI.




(wes/dar)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO