LMKN, Transparan Dong...

Pingkan Anggraini
|
detikPop
LAS VEGAS, NV - SEPTEMBER 29:  Frontman Dan Reynolds of Imagine Dragons performs during a stop of the bands Evolve World Tour at T-Mobile Arena on September 29, 2017 in Las Vegas, Nevada.  (Photo by Ethan Miller/Getty Images)
Foto: Getty Images
Jakarta - Isu royalti musik sedang jadi obrolan panas di kalangan pelaku usaha, hingga pengelola pusat belanja. Pemantiknya kasus yang menimpa bos waralaba Mie Gacoan di Bali, yang ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran hak cipta dan diwajibkan membayar royalti senilai sekitar Rp 2 miliar karena memutar musik di gerai makanannya.

Efeknya cepat terasa. Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO), Budiharjo Iduansjah, langsung mengambil langkah ekstrem, menginstruksikan agar gerai-gerai yang berada di bawah asosiasinya gak memutar musik sama sekali.

"Kami sekarang menginstruksikan tidak memutar musik. Sebenarnya itu instruksi kami," ujar Budi usai acara JITEX 2025 di Balai Kota Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Budi mengaku sudah mencoba bernegosiasi dengan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) soal tarif royalti, tapi tawaran harga dari pihaknya ditolak.

"Kami mau membayar, tapi harga yang kami ajukan ditolak. Kalau harganya tidak masuk, ya tidak mungkin kita paksakan untuk bayar," jelasnya.

Suasana di sejumlah mal di Jakarta mulai terasa berbeda. Di sebuah pusat perbelanjaan besar di Jakarta Pusat yang biasanya riuh oleh musik pop atau jazz ringan, kali ini hanya terdengar suara langkah kaki dan obrolan pengunjung.

Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, menegaskan pengelola mal adalah salah satu yang paling tertib membayar royalti musik.

"Kami bahkan pernah mendapat penghargaan dari Pak Menteri Hukum dan HAM sebagai asosiasi teraktif membayar royalti," katanya.

Melihat polemik ini, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI ikut memberikan pandangan. Ketua BPKN, Mufti Mubarok, mengakui royalti adalah hak ekonomi yang sah bagi pencipta lagu, sesuai amanat UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tapi dia menegaskan, aturan harus dijalankan secara transparan dan akuntabel, tanpa membebani pelaku usaha berlebihan, terutama UMKM.

"BPKN mendukung perlindungan hak cipta, tetapi regulasinya harus seimbang, tidak membebani konsumen maupun pelaku usaha secara berlebihan, serta memastikan pencipta lagu menerima haknya secara penuh dan tepat waktu," ujar Mufti.

BPKN juga meminta LMKN membuka informasi tarif dan dasar penetapannya, membuat sistem distribusi digital yang langsung menyalurkan royalti ke musisi tanpa potongan, dan memperluas sosialisasi agar pelaku usaha paham aturan sejak awal.

Transparansi yang diminta BPKN ternyata juga jadi sorotan para musisi. Ariel NOAH, misalnya, pernah bercerita, laporan royalti yang dia terima dari LMKN dihitung menggunakan Microsoft Excel. Sistem ini menurutnya terasa terlalu manual dan membingungkan, apalagi bagi musisi yang ingin tahu detail sumber pemutarannya.

Armand Maulana, vokalis GIGI, yang juga Ketua VISI mengamini hal itu. Dia merasa sulit buat gak menaruh curiga karena hitungan seperti itu mudah untuk diotak-atik.

Nah, LMKN juga punya alasan sampai saat ini masih belum memanfaatkan banyak teknologi.

"Semua teknologi ini menjadi kata yang selalu kami gunakan untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Tetapi, saya mau menyampaikan juga bahwa teknologi ini cost-nya tidak murah. Jadi, kalaupun ada bahasa, kenapa sih tidak ada teknologi dan segala macam, kami harus jujur bahwa teknologi itu mempunyai cost yang tinggi ya, sehingga tidak mungkin kami mengorbankan royalti yang saat ini masih terlalu kecil juga menurut kami," ujar Yessi Kurniawan, Komisari LMKN saat ditemui di Mahkamah Konstitusi, kawasan Jakarta Pusat, Kamis (7/8/2025).

Harapannya sih memang LMKN hadir dengan segala teknologi yang memadai. Tapi, balik lagi, biayanya mahal dan LMKN belum bisa memenuhi itu.

Mereka juga mencoba mencari dana untuk mengembangkan teknologinya. Tapi balik lagi, jika memangkas dari biaya royalti, justru nominal yang nantinya dibagikan akan semakin kecil.

"Kan itu membuat semua sistem itu kan mahal. Kalau itu kita kurangin biaya, dan memang belum cukup mampu, royalti yang kita tagih ini kita buatkan untuk membeli teknologi ini, kan mereka tidak kebagian. Sementara kan anggaran kita 20% maksimal. Itu sesuatu yang tidak mungkin," jelas Bernard Nainggolan, Komisaris LMKN.

LMKN percaya bakal bisa maksimal jika teknologinya juga memadai nih.

"Kalau seandainya dengan kebaikan hati pemerintah, bukti kehadiran negara hadir di sini, menganggarkan itu, sangat bersyukur. Sebab kita tahu dengan teknologi ini, royalti akan naik beberapa ratus persen," jelasnya lagi.


(nu2/dar)


TAGS


BERITA TERKAIT

Selengkapnya


BERITA DETIKCOM LAINNYA


Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini

TRENDING NOW

SHOW MORE

PHOTO

VIDEO